Mohon tunggu...
Kang Jenggot
Kang Jenggot Mohon Tunggu... Administrasi - Karyawan swasta

Hanya orang sangat biasa saja. Karyawan biasa, tinggal di Depok, Jawa Barat

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Menunggu Dai Sejuta Umat Berikutnya

10 Agustus 2011   17:26 Diperbarui: 26 Juni 2015   02:55 296
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Suatu petang, di layar televisi, saya selintas saya sempat menyimak kuliah tujuh menit dari Fikri Haikal. Fikri adalah putra kandung dari mendiang dai sejuta umat, KH Zaenuddin MZ.

Wajah Fikri, selintas mirip dengan ayahnya. Gaya bertuturnya kala membawakan kultum, mirip dengan gaya Zaenuddin MZ. Mulai dari intonasi nada, sampai gerik tubuh, seakan mencoba mengcopy paste gaya khas ayahnya. Namun, dimata saya, tetap saja, gaya Fikri belum terasa men-Zaenuddin. Masih ada yang terasa kurang.

Fikri hadir mungkin mencoba untuk mengisi posisi kosong yang ditinggalkan sang ayah. Tapi sepertinya masih jauh, bila harus dikatakan Fikri pengganti dai sejuta umat itu. Itu penilaian subjektif saya. Yang khas dari Zaenuddin, memang sudah menghilang wujudnya, meski dalam ingatan masih tercatat.

Akankah Fikri akan menjadi dai sejuta umat berikutnya? Kita tunggu saja.

Jakarta, 5 Juli 2011, pagi menjelang siang, tak terlalu terik. Terang sebentar, lalu sejenak di interupsi dengan sedikit mendung. Siang itu, terbetik kabar, KH Zaenuddin MZ, yang kondang disebut Dai Sejuta Umat berpulang ke rahmatullah. Cukup mengagetkan memang, karena nyaris tak ada kabar luar biasa tentang Zaenuddin dalam dua bulan terakhir ini. Kabar meninggalkan pendiri Partai Bintang Reformasi (PBR) itu, cukup
mengagetkan.

Kini, dai yang piawai merangkai kata, dengan selipan pantun dan humor dalam setiap dakwahnya, telah meninggalkan umat. Tak ada lagi, sentilan khas dari dai yang punya ciri khas lontaran kalimat, "betul," kini tanah merah di halaman mesjd Jami Fajrul Islam, menjadi haribaan terakhirnya. Tugasnya sebagai pendakwah sudah berakhir.

Kyai yang kerap tampil berdakwah di televisi itu, meninggal sekitar pukul 9.00 lewat di Rumah Sakit Pusat Pertamina, yang tak jauh pula dari rumahnya. Pihak keluarga mengabarkan, Zaenuddin sepulang melakukan acara di luar kota, jatuh pingsan, lalu di bawa ke rumah sakit sampai menghembuskan nafas terakhirany. Riwayat kesehatan sang dai, memang tak cukup baik, ia punya penyakit jantung dan gula. Sang dai meninggal saat usianya memasuki 60 tahun.

Zaenuddin memang dai sejuta umat. Ratusan pelayat, kebanyakan anggota majelis taklim, tak habis-habisnya datang melayat, ingin bertakziah, sebelum sang dai di turunkan ke liang lahat. Sampai-sampai, solat jenazah pun dilakukan dengan lima tahap, untuk mengakomodir keinginan ratusan pelayan yang ingin melepaskan kepergian sang dai.

Banyak tokoh juga yang merasa kehilangan. Kala itu, saya ditugaskan kantor, sebuah koran harian yang terbit di Jakarta, untuk meliput meninggalnya dai sejuta umat itu. Saat saya menyambangi kediamannya, suasana duka begitu terasa, shalawat tak putus dikumandangkan para pelayat. Salah satu tokoh nasional yang datang melayat, yang saya lihat saat kesana adalah Akbar Tandjung, Ketua Dewan Penasehat Partai Golkar. Kata Akbar, Zaenuddin adalah tokoh besar. Banyak jasa Zaenuddin bagi umat. Selain Akbar, nampak pula, tokoh-tokoh dari PBR, partai yang sempat didirikan Zaenuddin.

Sahabat dekat Zaenuddin, Raja Dangdut, Rhoma Irama, di rumah duka, menyatakan, bahwa sang dai, selalu mengangankan, umat Islam di Indonesia tak tercerai berai. Masuk panggung politik pun, kata Rhoma dalam rangka menegakan ikatan ukhuwah islamiyah. Sekarang sang dai telah berpulang. " Indonesia kehilangan satu ulama besarnya," katanya.

Tak hanya Rhoma atau ibu-ibu majelis taklim yang merasa kehilangan sang dai. Saya sempat mengobrol dengan seorang lelaki paruh baya. Namanya Pak Imam. Pak Imam pernah menjadi tetangga sang dai, sebelum tenar, juga merasa kehilangan. Pak Imam dulu, mengaku tinggal di gang Antene 10, gang yang bertetanggaan dengan tempat tinggal Zaenuddin.

Pak Imam, yang kini menjadi penarik bajaj, punya kenangan tentang sang dai, sebelum kondang. Katanya, Zaenuddin, sebelum terkenal dengan sebutan dai sejuta umat, sering dilihatnya jalan kaki dari rumahnya untuk mengajar disebuah madrasah.

" Dulu, sebelum terkenal, saya sering melihat Pak Kyai itu, jalan kaki ngajar di Madrasah Nurul Falah, di Jalan Jatayu. Ya madrasah itu tak jauh dari rumahnya," ujarnya.

Rumah Zaenuddin sendiri, ada di gang Haji Aom, Jalan Gandaria I, Kramat Pela, Jakarta Selatan. Kenangannya itu, terjadi sekitar tahun 1985-an, sebelum Zaenuddin terkenal. Sang dai, kata dia, orangnya sederhana. Rumahnya pun dulu, saat masih aktif mengajar di madrasah tak semegah sekarang. " Dulu, mesjid yang dibangun depan rumahnya itu belum dibangun," katanya.

Menurutnya, pada tahun 1987-an, Zaenuddin mulai terkenal dan banyak dibicarakan orang. Dakwahnya bahkan mulai bisa nembus rekaman.

" Pas terkenal, Zaenuddin mana, eh tetangga saya ternyata,"ujarnya.

Zaenuddin juga dai yang dermawan. Kalau tiba hari raya kurban, sering bagi-bagi daging. " Sering saya dapat daging sapi darinya,"ujar Pak Imam, mengenang sang tetangga.

Dikenang dan banyak yang merasa kehilangan. Tapi kehidupan sang dai juga penuh warna. Dari dakwah, berlanjut ke politik. Sempat masuk PPP bersama Rhoma Irama, lantas kemudian keluar dan mendirikan PBR. Namun, pada 2009, sang dai, haluan politiknya kembali berubah, merapat ke Partai Gerindra. Bahkan saat kampanye Gerindra, Zaenuddin kerap hadir rantang runtung dengan Prabowo Subianto, Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra.

Usai pemilu, tak ada berita luar biasa tentang Zaenuddin. Nama Zaenuddin kembali mencuat setelah ada pengakuan dari Aida Saskia, seorang artis pendatang baru, yang menyatakan punya hubungan khusus dengan sang dai. Sempat ramai, sebentar, tapi kemudian kembali menguap. Sampai, kemudian terpetik kabar, di awal Juli ini, sang dai tutup usia.

Sang dai kini sudah dipanggil Sang Khalik. Terlepas dari sisi kontroversinya, namun seperti kata Pak Imam, Zaenuddin benar-benar dai sejuta umat. " Dia kyai besar mas," katanya.

Ditunggu, hadirnya dai sejuta umat berikutnya. Atau mungkin tak akan ada penggantinya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun