" Yang nabrak trotoar mas, parah. Kepalanya bentur semen, berdarah-darah. Kayaknya tak tertolong, satunya juga parah," katanya, mengisahkan pengalamannya melihat para 'cowboy' terkapar.
Bajajnya sempat berhenti sejenak. Tapi lanjut jalan lagi, setelah orang-orang yang awalnya, banyak nonton 'balapan para cowboy' berhamburan mengerumuni tempat kejadian perkara. Toidin lebih memilih mengantar penumpangnya, karena itu adalah nafkahnya. Ia tak ikut menolong, karena ia pikir sudah banyak orang yang pasti akan menolongnya, entah menelpon ambulan atau membawa ke rumah sakit.
Bisa jadi, para cowboy yang saya lihat, akan seperti yang Toidin lihat. Celaka, dan terkapar. Berdarah-darah, luka patah tulang, atau fatalnya meregang nyawa. Tapi mudah-mudahan tak seperti itu bernasib naas. Namun alangkah baiknya, aksi cowboy itu dihentikan saja. Selain mengganggu kenyamanan pengguna jalan, juga mengundang bahaya.
Para cowboy, yang rata-rata usai tanggung, yang sepertinya juga masih tanggungan orang tua. Motor yang dipakai aksi balap-balapan, bisa jadi masih kreditan, yang cicilannya dibayar orang tua mereka. Coba, jika kemudian bernasih naas, taruhlah sekedar luka, orang tua juga yang kelabakan, harus pontang-panting cari biaya pengobatan. Belum lagi, harus bayar cicilan, juga memikirkan ongkos perbaikan motor yang ringsek.
Andaipun fatal, sampai meninggal, orangtua pasti yang akan bersedih, sembari menyesal dan mengutuk penyebabnya. Apapula coba yang bisa didapat dari aksi cowboy jalanan seperti itu, selain menambah dosa
diumpat pengendara yang terganggu dan doakan yang tidak-tidak.
Jadi jawara balap pun, apa imbalannya, mungkin hanya sebatas tepuk tangan kawan se-gank. Paling banter taruhan rupiah yang jauh sebanding dengan resikonya. Maka, saya tak habis pikir, apa yang mereka cari?
Mencari jatidiri, ah kok seremeh itu caranya. Mencari eksistensi, dan pengakuan, namun kok sebodoh itu pula caranya. Entahlah, tapi yang pasti, saya salah satu pengendara yang mengumpat mereka, para cowboy liar dimalam minggu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H