Oleh sebab itu, sepatutnya kita senantiasa mengoreksi diri kita agar kesalahan-kesalahan maupun dosa yang mungkin saja telah kita perbuat pada orang lain tersebut tidak akan kembali berulang pada masa-masa berikutnya.
Selain itu, kita juga sepatutnya juga bersedia untuk bertanggung jawab manakala kita telah menyadari bahwa ada kesalahan yang pernah kita lakukan pada pihak lainnya.
Tanggung jawab atas kesalahan itu kita wujudkan dalam bentuk permohonan maaf dan mengganti kerugian yang barangkali diderita oleh mereka yang pernah kita zhalimi sebelumnya.
Selain itu, sepatutnya kita juga berkomitmen untuk mengganti keburukan-keburukan yang pernah kita perbuat di masa yang lalu tersebut dengan bermacam kebaikan.
Hal ini dikarenakan perbuatan baik yang dilakukan secara terus menerus maka ia akan memiliki potensi untuk menutup kesalahan-kesalahan yang pernah ada. Hal ini sebagaimana diterangkan di dalam HR at-Tirmidzi berikut:
Ittaqi Allaaha haytsu maa kunta. Wattabi' as-sayyiata al-hasanata tamhuuha wa khaaliqi an-naasa bikhuluqin hasanin.
"Bertaqwalah kepada Allah dimanapun kamu berada. Dan iringilah keburukan itu dengan kebaikan maka ia akan menutupnya. Dan pergaulilah manusia dengan perilaku yang baik."
Berbekal ikhtiar kita untuk terus berusaha mengganti perbuatan-perbuatan buruk yang pernah kita lakukan di masa lalu itu dengan kebaikan kiranya hal tersebut dapat menjadi penyemangat bagi kita bahwa akan selalu ada kesempatan untuk memperbaiki diri selama kita masih memiliki niat yang tulus untuk menjalaninya.
Selain itu, sebab adanya potensi berbuat salah dan berbuat dosa dalam berinteraksi sosial inilah maka peran kita sebagai manusia berada pada tiga keadaan, yakni memohon maaf, memberi maaf, serta ikhtiar untuk memperbaiki keadaan diri. Dan untuk menjalani ketiga keadaan tersebut sudah pasti ada halangan yang rentan akan menggagalkannya.
Memohon maaf akan sulit dilakukan jika masih ada sikap egois dan ketidaksadaran atas kesalahan diri kita. Memberi maaf pun akan sulit terjadi manakala masih ada rasa dendam yang berkecamuk di dalam hati. Sementara itu, keinginan untuk merubah diri menjadi pribadi yang lebih baik juga akan sulit terwujud manakala tidak ada niat dan upaya yang sungguh-sungguh untuk melakukannya.
Akan tetapi, sebagai manusia yang berpotensi memiliki sifat turunan dari Allah Yang Maha Pengampun itu, maka sepatutnya kita juga menyadari adanya sifat turunan dari Tuhan tersebut pada diri kita.