Menurut penuturan beliau, untuk dapat semakin memahami Al-Qur`an, seseorang sepatutnya membiasakan diri untuk rutin membaca dan mengkaji Al-Qur`an di setiap waktu.
Dalam hal ini, beliau meneladankan kebiasaan Nabi Muhammad SAW yang biasa mengkhatamkan Al-Qur`an setiap seminggu sekali. Kemudian, pada generasi tabi'iin ada Imam As-Syafi'i yang rutin khatam 60 kali selama bulan Ramadhan, atau dua kali khatam dalam sehari.
Dan menurut cerita dari pengalaman beliau sendiri, beliau telah terbiasa menghabiskan bacaan 8 juz di kendaraan, di sela-sela 3 jam kemacetan di Jakarta. Di tengah-tengah waktu yang paling tidak disukai oleh hampir setiap pengendara inilah beliau biasa mendaras Al-Qur`an.
Hal itu senantiasa beliau tradisikan sebab, selain dari waktu inilah beliau hanya memiliki waktu untuk berda'wah dan beristirahat.
Akan tetapi, dalam mau'idzhah-nya itu beliau takhendak meminta siapa saja untuk meniru contoh yang tingkatannya terlampau berat untuk ukuran orang awam itu. Dan termasuk diantara orang awam tersebut adalah saya sendiri.
Beliau menganjurkan kita cukup untuk membiasakan diri membaca satu juz saja setiap hari. Satu juz yang susunannya adalah 20 halaman jika diukur dengan mushaf Al-Qur`an cetakan dari Qudus maupun cetakan versi 'Utsmani.
Jika 20 halaman ini masih terlalu berat bagi kita, sebab pada umumnya orang-orang Indonesia tidak suka yang berat-berat dan maunya yang ringan-ringan saja. Beliau pun menyarankan kita agar membagi pembacaannya untuk mengiringi shalat lima waktu, yakni kita membacanya 4--20 dibagi 5--halaman setiap waktunya.
Dan jika 4 halaman ini dirasa masih cukup berat bagi kita, kita juga dapat membaginya lagi dengan membaca 2 halaman atau selembar saja. Masing-masing dibaca sebelum dan setelah menunaikan shalat fardhu.
Dan jika ternyata ini masih cukup berat bagi kita, maka kita tetap harus mengupayakan membaca Al-Qur`an itu sesuai dengan kemampuan kita dan jangan sampai sama sekali meninggalkannya.
Dalam hal ini beliau telah meneladankan kisah salah seorang sahabat Nabi yang bernama Khalid bin Walid yang menjelang wafatnya begitu ingin dekat dengan Al-Qur`an.
Begitu beliau telah berada pada jarak yang begitu dekat dengan Al-Qur`an, sangat tampak duka yang terpancar dari dalam hatinya ketika mengakui lembaran perjalanan kehidupan.