Pandangan matanya begitu teduh,
tak terlukis sedebu pun ambisi pada dunia.
Senyumannya teramat menenangkan
seakan penuh balutan doa selamat
dan pancaran kasih sayang bagi mereka yang memandang.
Melihat gambarnya
hilang segala gundah.
Membaca perjuangannya lahirkan gairahku untuk berbenah
sucikan hati tuk mengabdi
pada Sang Pencipta dan yang dicipta.
Sosoknya ingatkanku akan hakikat ciptaan,
tuk mengabdi dan menghamba.
Menghamba dalam peribadatan,
merajut temali saudara
yang saling berkasih
dan saling menjaga.
Meski dengannya takpernah ku bersua.
Namun hadirnya nyata terasa.
Inikah ruhul ukhuwah?
Butuh waktu
dan jalan yang panjang
tuk cari shahihnya jawaban.
Yang selalu kurasa adalah kerinduan-kerinduan
laksana buah harapan yang didamba olehnya.
Kekasihku selalu berbisik,
Kau kan berkumpul bersama yang kau kasihi.
Inilah titian awal jalanan
yang mengantarku kian karib dengannya.
Dialah penuntun hayatku
di tengah gulita kehidupan
petang dunia
gelap masa depan.
Dia tak hentinya meraih tanganku
dari tepi jurang tipuan
yang tak pernah bosan-bosannya menggoda.
Kepadaku ia berpesan,
Jangan pernah kau bercabang. Menggadaikan niatmu
dengan keintimanmu padaku.
Niscaya kau kan selalu terpelihara
dan semakin merasuk
dalam ruang-ruang bahagia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H