"Wahai Tuhanku! Sesungguhnya berada di dalam penjara lebih aku sukai daripada aku harus memenuhi ajakan wanita itu. Jika aku tidak Engkau hindarkan dari tipu dayanya, maka aku akan terjerumus untuk memenuhi keinginannya itu dan aku pun akan menjadi golongan orang-orang yang bodoh."
Dan pada akhirnya, Allah SWT mengabulkan permohonan Yusuf itu, sehingga ia berada di dalam penjara yang semakin menjauhkannya dari tipu daya wanita itu sampai pada waktu yang ditentukan.Â
***
Kawan, berdasarkan potongan kisah tadi, kiranya kita dapat mengambil kesimpulan bahwa seringkali kita begitu mudah menghakimi kesalahan orang lain tanpa memperhatikan lebih lanjut bagaimana seandainya kemungkinan kesalahan yang serupa itu akan terjadi pada diri kita.Â
Hal ini dikarenakan oleh beberapa hal. Pertama, kita menganggap bahwa kita bukanlah pelaku dari kesalahan itu. Dan kedua, kita tidak menyadari bahwa peluang kesalahan yang serupa juga mungkin saja terjadi pada diri kita.Â
Oleh sebab itulah, tidak sepatutnya kita terlalu mudah menghakimi kesalahan orang lain, apalagi jika tujuannya adalah sekadar menjadikannya sebagai bahan pergunjingan basa-basi, tanpa mengoreksi lebih lanjut bahwa kesalahan itu mungkin saja terjadi pada diri sendiri.Â
Khususnya jika kesalahan itu merupakan aib orang lain, yang sebenarnya pelakunya sendiri sudah berusaha untuk bertaubat dan memperbaiki diri, kiranya sangat tidak patut bagi kita untuk membuka aib lamanya yang sudah ia taubati itu.Â
Selanjutnya, hikmah yang dapat kita petik dari kisah tersebut adalah seseorang yang rela menerima hukuman karena menolak ajakan untuk berbuat keburukan itu jauh lebih mulia di sisi Allah dibandingkan dengan mereka yang menerima kebebasan dan segala fasilitas dengan cara menuruti ajakan untuk melakukan keburukan tersebut.Â
Hal ini dikarenakan kebebasan dan segala fasilitas yang diperoleh seseorang dengan mengorbankan hati nurani, nilai moral, dan khususnya nilai ajaran agama, sampai kapan pun hal tersebut tidak akan membawa kedamaian dan kebahagiaan pada diri seseorang, kecuali kesenangan yang sifatnya semu semata.Â
Oleh sebab itu, siapa saja yang berupaya mempertahankan kebenaran dengan cara memegang teguh ajaran agama itu lebih mulia baginya dibandingkan dengan mereka yang memiliki segala fasilitas, namun harus mengorbankan nilai-nilai luhur yang sebelumnya telah mereka yakini itu.Â
Penulis kira demikianlah hikmah yang dapat kita petik dari potongan kisah Nabi Yusuf pada tulisan kali ini.Â