"Kok aku tambah nggak mudheng ya?"
"Begini. Kita hidup dengan gaji yang berkecukupan itu memang penting. Namun, kita juga perlu melihat dengan jeli apa saja tugas-tugas lain yang harus kita penuhi selain pencarian gaji itu."
"Terus, berarti kamu sudah merasa cukup dengan gajimu selama ini?"
"Alhamdulillah, lebih dari cukup."
"Wah, hebat dong? Bagaimana cara kamu bisa mencukupi kebutuhanmu itu?"
"Ndon, sebenarnya kebutuhan kita hidup di dunia ini adalah sekadarnya saja sehingga kita dapat hidup secara sak madya alias hidup sederhana untuk mencukupinya."
"Selama ini khususnya semakin berkembangnya media sosial, berkembangnya pola-pola industrialisasi dan gaya hidup bermasyarakat, kita seakan tergiring untuk mengejar sesuatu yang sebenarnya tidak terlalu kita butuhkan. Handphone harus selalu yang terbaru. Makanan, pakaian kendaraan dan rumah harus mewah, sehingga kita lupa dengan peran lain kita sebagai manusia yang notabenenya sebagai makhluk sosial yang juga harus memperhatikan lingkungan kita." Dul Kaher menambahkan.Â
"Kita begitu senang menumpuk harta sehingga seringkali mengabaikan hak-hak orang lain yang tertitipkan pada harta yang sudah kita kumpulkan itu. Bukankah dengan kita mengumpulkan harta ini berarti juga mengumpulkan tanggung jawab untuk membagikannya kembali pada orang lain?" Dul Kaher mengetes Gendon.Â
"Benar juga ya Dul, seringkali kita ini jadi lupa manakala telah mengumpulkan banyak harta. Seolah-olah harta itu adalah milik kita sendiri tanpa mengingat sedikit pun bagian yang sepatutnya dibagikan atau disalurkan kembali pada yang berhak."
"Nah, sebab keyakinan demikian inilah kita pun menganggap bahwa harta kekayaan adalah kebanggaan yang digunakan untuk mengukur tingkat kesuksesan seseorang. Sementara itu, aspek lainnya seringkali terlewatkan."
"Aspek lain apa itu Dul?"