Mohon tunggu...
Muhammad Adib Mawardi
Muhammad Adib Mawardi Mohon Tunggu... Lainnya - Sinau Urip. Nguripi Sinau.

Profesiku adalah apa yang dapat kukerjakan saat ini. 😊

Selanjutnya

Tutup

Humor Pilihan

Penulis Kompasiana Telah Membuat Setan Menganggur

12 September 2020   10:55 Diperbarui: 3 Oktober 2020   22:35 523
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kemarin malam, sekitar pukul 23.00 WIB, Dul Kaher berkeliling desa untuk menghilangkan rasa suntuk lantaran ia belum juga mendapat ide untuk menulis di Kompasiana. 

Seperti biasa, ia mengitari dusunnya itu dengan mengendarai sepeda motor Yamaha Vega keluaran tahun 2007-nya. 

Jalanan sudah tampak lengang, sebab di waktu yang selarut ini biasanya penduduk kampung lekas beristirahat. Apalagi saat itu adalah malam Jumat, waktu yang sebagian orang menganggapnya sebagai saat yang tepat untuk memadu nikmat. 

Tak terasa, sepeda motor Dul Kaher telah sampai di areal persawahan, dimana biasanya ia jogging bersama anak-anaknya ketika pagi hari. Keadaan area itu kini begitu senyap dan hanya memperdengarkan suara jangkrik, kodok, dan jenis binatang malam lainnya. 

Sepeda motor terus ia kemudikan dengan tenang hingga melewati kuburan tunggal, tempat sang perintis desa disemayamkan. Dul Kaher mencoba melirik ke arahnya, barangkali ada hal unik yang dapat ia temui. 

Namun, sepertinya tidak ada apapun di sana, kecuali hanya hembusan angin yang bertiup setengah kencang. Sepeda motor tetap ia lajukan hingga hampir sampai di ujung area persawahan. 

Saat hendak menghentikan sepeda motornya di ujung persawahan itu, tiba-tiba Dul Kaher mendapati sosok hitam yang tengah bersimpuh di bahu jalan. Fisiknya tampak tak begitu jelas sebab areal itu belum terpasangi lampu penerang jalan. Bau anyir bercampur amis menyeruak keluar dari badan sosok itu, seperti bau orang yang tak pernah mandi selama beberapa bulan. 

Dul Kaher mencoba mendekati sosok itu sambil membiasakan diri dengan bau anyir dari badannya. Rasa penasarannya akan sosok misterius itu telah mengalahkan rasa risihnya terhadap bau tak sedap itu. 

"Pak, Sampeyan siapa?" Dul Kaher membuka percakapan dengan sosok itu dengan sebuah pertanyaan. 

"Dasim."

"Dasim? Sepertinya ia pernah mendengar nama itu. Tapi dimana ya?" Gumam Dul Kaher. 

"Bapak rumahnya dimana?" Dul Kaher melanjutkan. 

"Aku nggak punya rumah." jawab sosok itu. 

"Lah terus, Sampeyan tinggalnya dengan siapa."

"Dulu aku ikut dengan Cak Mat. Tapi, setelah aku gagal membujuknya, aku pun jadi kehilangan pekerjaan dan tempat tinggal sekarang."

"Membujuk? Kenapa harus dibujuk?" Dul Kaher kian penasaran.

"Baik. Karena Kamu yang bertanya, maka aku pun akan cerita yang sebenarnya. Tapi, sebelum aku cerita lebih jauh, aku ingin tanya, apakah kamu tidak takut denganku?"

"Nggak, kenapa mesti takut?" Dul Kaher balik bertanya.

"Baiklah. Sebab kamu nggak takut, aku pun akan buka jati diriku yang sebenarnya. Sebenarnya aku ini adalah sebangsa setan yang ditugasi untuk mengganggu manusia, Mas."

Dul Kaher tampak lekas gemetar mendengar pembukaan cerita dari sosok itu. Ia mulai menyesali kebodohannya yang terlalu kepo dengan sosok itu. Ia pun mengutuk dirinya sendiri kenapa pula harus memberi perhatian pada sosok yang tak jelas bangsanya di tengah malam ini. 

Namun, karena tak ingin terjadi hal yang lebih runyam, ia pun mencoba mengumpulkan sisa-sisa keberaniannya. Tiba-tiba ia teringat dengan pesan dari seorang kawannya yang bernama Reba Lomeh bahwa jika berhadapan dengan hantu atau sebangsanya sebaiknya bersikap tenang saja, agar makhluk itu lekas kehilangan nyali untuk terus menggoda kita. Dan rupanya petuah temannya inilah yang hendak ia peragakan saat menghadapi sosok yang tidak jelas muasalnya ini. 

"Ceritanya begini Mas. Saya baru saja kehilangan pekerjaan." sosok yang bernama Dasim itu lekas bercerita.

"Lho, memangnya di duniamu ada pekerjaannya juga?" tanggap Dul Kaher setelah keberaniannya mulai terkumpul. 

"Jelas ada dong. Jangan dikira kerja itu hanya ada di duniamu doang!"

"Terus kerjaan Kamu apa?"

"Sebenarnya aku punya keahlian khusus untuk misahin orang dari pasangannya. Rumah tangga yang adem ayem bisa kubuat jadi berantem."

"Wah, hebat dong kalau begitu Kamu?!"

"Hebat apanya?! Hancur iya!"

"Lho, kok hancur? Bukannya kamu sukses besar setelah misahin banyak orang di masa pandemi ini?"

"Jujur saja, kalau yang itu bukan ulahku Mas. Tapi, karyanya anak-anak. Begini Mas. Kalau boleh sedikit curhat, sebenarnya aku gagal total di masa pandemi ini." ujar Dasim dengan tertunduk lesu. 

"Kok bisa gagal?"

"Gimana nggak gagal, lha wong teman-temanku banyak yang berhasil misahin pasangan anak manusia, tapi aku adem ayem saja."

"Cara kamu kurang tokcer barangkali?"

"Sudah tokcer Mas. Sudah SOP malahan. Aku sudah ikuti standard prosedur persetanan. Tapi itu pun masih juga gagal. Setelah aku analisis lebih jauh lagi, ternyata ketemu masalahnya."

"Apa masalahnya?"

"Kompasiana. Gara-gara Kompasiana aku jadi gagal total."

"Kok bisa?" Dul Kaher keheranan. 

"Di Kompasiana itu kan ada banyak penulis Mas. Gara-gara penulisnya itu aku jadi gagal Mas."

"Hubungannya apa gagalmu itu dengan penulis di sana?"

"Baru-baru ini Kompasiana kan ngangkat tema tentang perceraian di masa pandemi. Gara-gara tulisan di situlah usahaku jadi ambyar."

"Sebentar.. Maksudnya bagaimana?" Dul Kahir ingin penjelasan lebih dalam dari Dasim. 

"Cak Mat, orang yang aku goda itu Mas, sebenarnya sudah hampir 99 persen akan cerai dengan isterinya. Dia itu kan tiap hari kerjaannya cekcok terus dengan isterinya. Tapi, belakangan ini perangainya jadi lebih tenang gara-gara sering baca tulisan di Kompasiana."

"Oo.. Jadi, begitu?"

"Benar Mas, terutama ini gara-gara 3 penulis yang ada di sana."

"3 Penulis? Siapa saja itu?"

"Benar. 3 penulis itu: Pak Tjiptadinata Effendi, Bu Nursini Rais, dan satunya lagi kalau nggak salah namanya Abdul."

"Gimana ceritanya kok 3 penulis itu bisa gagalin usahamu misahin keluarganya Cak Mat."

"Mulai Pak Tjiptadinata, ya Mas? Orang itu selalu berkampanye lewat tulisannya tentang cara menjaga hubungan dengan pasangan supaya awet sekaligus seni mengalah dengan isterinya. Bayangkan Mas, padahal usaha saya ini kan bisa berhasil kalau kedua belah pihak itu sama-sama ngototnya. Lha ini sama Pak Tjip malah disuruh ngalah. Bisa tamat karier owe!"

"Hehe. Benar juga ya? Terus. Bagaimana kalau Bu Nursini?"

"Bu Nursini ini juga nggak kalah kebangetan. Dia itu waktu nulis sehelai rambut dibelah tujuh itu seakan membuat usaha saya jadi terbelah-belah, Mas. "

"Kok bisa?"

"Lha iya, masak ada orang yang sudah diselingkuhin sama pasangannya masih bisa maafin? Habis itu beranak pinak hingga sembilan orang pula. Aduh.. ampun dah, tobat, kalau sampai baca tulisan itu!"

"Hahaha. Terus kalau untuk penulis yang terakhir bagaimana ceritanya?"

"Si Abdul itu maksudnya?

"Iya."

"Kalau dia itu malah bocorin trik-triknya kelompok Dasim untuk misahin keluarga selama pandemi. Jadinya banyak golongan kami yang gagal total gara-gara ulahnya itu. Si Abdul itu kalau di dunia kami jadi most wanted person Mas. Kuntilanak mana yang mampu menggoyah keimanannya akan dihargai permata zamrud oleh baginda iblis."

"O.. jadi begitu to ceritanya? Berarti sekarang kamu nganggur dong?"

"Iya, sementara masih nganggur Mas. Sambil nunggu pelatihan dan SK berikutnya dari kantor Disnaker setan. Kalau boleh tahu, ngomong-ngomong Mas ini siapa ya?"

"Perkenalkan. Nama saya Dul Kaher. Saya juga penulis di Kompasiana. Kebetulan saya ke sini sedang jalan-jalan untuk cari bahan tulisan. Eh, untungnya ketemu sama kamu Sim. Lumayanlah ini nanti bisa jadi rujukan."

"Apa? Penulis Kompasiana lagi?! Aduh Gustiii, kulo tobaaatt!" [mam]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humor Selengkapnya
Lihat Humor Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun