Lalu, bagaimana keadaannya untuk penulis kelas debutan seperti saya ini. Kira-kira butuh berapa lama untuk bisa merampungkannya?
Saya ceritakan saja apa adanya. Rata-rata, jika saya fokus dalam menulis, dalam artian tidak diganggu oleh aktivitas lain, saya bisa menyelesaikan sebuah artikel dengan durasi sekitar 30 menit.Â
Dengan durasi itu, apakah tulisan saya itu sudah langsung baik keadaannya hingga siap untuk diterbitkan?Â
Tentu saja belum. Saya masih butuh menyuntingnya lagi dua sampai empat kali. Bahkan, kalau perlu lebih dari itu.
Dalam sekali penyuntingan, biasanya saya membutuhkan waktu sekitar 15 menit. Sehingga, jika waktu menulis naskah awal tadi ditambahkan dengan masa penyuntingannya, saya akan menghabiskan waktu sekitar dua jam.Â
Dua jam? What?! Barangkali sebagian pembaca akan kaget keheranan. Atau bisa juga bersikap biasa-biasa saja bagi yang pernah atau sedang mengalaminya.Â
Ya. Saya kurang lebih menghabiskan waktu dua jam untuk merampungkan sebuah artikel yang panjangnya 700-an kata. Sehingga, jika dibandingkan dengan ukuran seperminuman kopi tadi, saya akan butuh setidaknya tiga atau empat gelas kopi untuk menemani kegiatan saya menulis ini.Â
Semoga saja saya tidak lekas terserang diabet jika saya menggunakan pola menulis yang seperti ini. Tapi, untunglah, saya tidak harus selalu ditemani dengan segelas kopi untuk menyelesaikan sebuah tulisan.Â
Sebenarnya saya bisa saja langsung menerbitkan tulisan saya begitu selesai diketik. Atau, jika saya ingin agak berhati-hati, setidaknya saya akan mengunggahnya setelah melewati proses penyuntingan sekali atau dua kali.Â
Namun, saya khawatir manakala terlalu tergesa-gesa untuk melakukan hal itu akan berpotensi menyiksa para pembaca. Sebab, saya selalu saja berkeyakinan bahwa dengan kondisi tulisan yang masih seperti bayi prematur ini bisa saja akan membuat dahi pembacanya mengernyit berkali-kali untuk dapat memahaminya.Â