Mohon tunggu...
Muhammad Adib Mawardi
Muhammad Adib Mawardi Mohon Tunggu... Lainnya - Sinau Urip. Nguripi Sinau.

Profesiku adalah apa yang dapat kukerjakan saat ini. 😊

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cara Mensyukuri Tulisan ala Dul Kaher

7 September 2020   04:45 Diperbarui: 7 September 2020   10:25 121
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: Courtney Hedger (Unsplash) 

Entah kenapa, akhir-akhir ini air muka Dul Kaher selalu tampak begitu tenang. Tidak tampak sedikit pun rasa cemas maupun khawatir meskipun tulisan-tulisannya hanya dilihat dan dinikmati sedikit pembaca. 

Tidak seperti biasanya, sikapnya yang seringkali uring-uringan jika ia sedang mendapati permasalahan terkait kegiatannya menulis. 

Barangkali hal ini terjadi setelah ia menyadari bahwa tujuannya menulis bukanlah untuk mengumpulkan jumlah views, nilai, maupun komentar. Bukan itu. Namun, tujuannya dalam menulis itu adalah sekadar untuk 'melepaskan' sebuah karya yang barangkali akan bermanfaat bagi pihak lainnya. 

Memang, pada masa yang lalu, saat awal kali ia terjun dalam dunia kepenulisan, ia pernah begitu menggebu untuk bisa menembus beberapa media demi menarik popularitas dan mendapatkan sejumlah cuan. Betapa senang hatinya manakala artikelnya terbit dan mendapatkan sejumlah uang.

Tapi itu dulu. Secara kontras, hal itu telah berbanding terbalik dengan kondisinya sekarang. Sebab, kini ia lekas menyadari bahwa dengan caranya menulis yang seperti dahulu telah membuat fisiknya menjadi cepat loyo. Lantaran fokusnya dalam menulis telah banyak bercabang antara berkarya, popularitas, dan penghasilan. 

Sebenarnya, selama menjalani dunia menulisnya yang dahulu, artikel Dul Kaher memang sering terbit di pelbagai media. Selain itu, pembacanya pun banyak, sehingga tidak jarang pundi-pundi penghasilan juga mengalir lancar ke dalam rekeningnya. 

Kendati demikian, lambat laun, ia merasa seakan ada yang kurang dari orientasi menulisnya yang seperti itu. Ia lekas bimbang terhadap prinsip menulisnya manakala nurani telah hadir untuk mengintrogasinya, apa tujuan sebenarnya yang ingin ia raih dari kegiatannya menulis itu?

Tetiba nuraninya menimbang, jika ia menulis hanya untuk mendulang pencapaian yang pernah ia raih itu, betapa ruginya pengorbanan waktu yang telah ia hamburkan. 

Biasanya jika pertanyaan-pertanyaan itu telah muncul dalam benaknya, hadirlah rasa gelisah pada dirinya sehingga menjadikan apa yang telah ia kumpulkan itu berasa begitu hambar. 

Dan semenjak Dul Kaher mempertimbangkan bisikan nuraninya ini, ia pun berkeinginan untuk merehab total tujuan utamanya dalam menulis. 

Dahulu, jika hal yang ingin ia tuju dari kegiatannya menulis itu adalah perihal yang sifatnya materi dan popularitas, maka kini ia berusaha untuk menghalaunya agar kesenangannya itu menuju pada ihwal yang lebih substansial, yakni sebagai alat untuk menggali kesadaran diri mengenai peran apa yang sebenarnya dipasrahkan untuk dirinya ketika berdiri di dunia. 

Saat ini, bagi Dul Kaher menulis adalah medium untuk belajar dan mengevaluasi dirinya. Sebab ia menyadari bahwa sesempurna apapun perangainya sebagai manusia, ia tak akan pernah luput dari yang namanya kekurangan dan kesalahan. Oleh karenanya, tidak ada pilihan lain baginya yang dapat ia lakukan kecuali hanya berbenah. 

Semenjak saat itu, ia selalu berkeinginan untuk membenahi dirinya melalui penelusuran atas segala kesalahan diri, yang hampir pasti semuanya itu ia tuangkan dalam bentuk tulisan. 

Kesalahan yang ia torehkan dalam tulisan inilah yang akan menjadi catatan hitam pribadinya yang harus ia perbaiki kelak setelah ia selesai menulis, secara berkala. 

Setelah beberapa kali ia mencoba menerapkan langkah-langkah menulis dengan motivasi yang demikian, seakan tak ada bosan-bosannya Dul Kaher untuk membuat tulisan, yang terkadang ia bagi pada beberapa media.

Siapa saja sangat mungkin akan berpikiran yang bukan-bukan atas perangai Dul Kaher yang terkesan unik ini. Sebab perangainya ini, ia bisa saja akan terkesan sebagai manusia yang membelakangi adat manusia pada umumnya. 

Namun, sebenarnya ia bukanlah sosok ceroboh yang gemar mengumbar kesalahannya pada setiap orang sehingga akan terbuka secara nyata tabir-tabir aibnya. Tidak mungkin ia akan berbuat yang sedemikian nista itu. 

Cara yang biasa ia gunakan untuk merekam kesalahannya adalah dengan melalui sebuah cerita tentang perjalanan hidupnya yang ia jadikan sebagai pengemas atas muatan hikmah yang mungkin saja akan mampu ia petik. 

Sebab itulah, baik sedikit atau banyaknya orang yang telah atau akan membaca karyanya, Dul Kaher pun tetap akan bersyukur.

Ia dapat bersyukur saat memperoleh banyak pembaca, sebab ia kian memiliki peluang untuk berbagi pengalaman pada sesama. 

Dan ia pun tetap bersyukur manakala tulisannya meraih sedikit pembaca, sebab setidaknya ia masih memiliki kesempatan berharga untuk menuliskan karyanya. 

Selain itu, menurut Dul Kaher alasan untuk mensyukuri aktivitas menulisnya itu adalah sebab tidak semua orang mau dan mampu untuk menjalani peran sebagai seorang penulis. Alasannya adalah faktor materi yang seringkali dianggap kurang menjanjikan serta tidak adanya ketelatenan pada diri mereka untuk menyelami dunia kepenulisan ini.  

Oleh karena Dul Kaher telah sadar bahwa ia masih diberi kesempatan untuk belajar melalui wahana yang langka ini, maka ia pun tidak henti-hentinya merayakan kebahagiaannya itu melalui karya-karya tulisan, terlepas banyak atau sedikitnya orang yang akan membaca tulisannya. 

Seorang kawan pernah menyarankan Dul Kaher agar tulisannya diperbaiki demi meraih jumlah pembaca yang lebih banyak. Atas saran temannya itu Dul Kaher mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya sebab ia telah memberinya pengetahuan yang mungkin akan berguna bagi dirinya kelak. 

Namun, sekali lagi dalam hatinya selalu terngiang bahwa tujuannya dalam menulis bukanlah untuk memperoleh itu semua. Akan tetapi tujuannya dalam menulis hanyalah untuk merayakan kenikmatan atas sebuah hobi yang belum tentu semua orang memilikinya ini.

Apakah ini berarti Dul Kaher anti kemapanan dan anti kemajuan? 

Dalam benaknya Dul Kaher selalu mampu menjawab pertanyaan itu. Biarkan saja semua orang berpandangan demikian atas dirinya. Sebab masing-masing orang, khususnya pada masa kini, memang sangat bebas untuk mengumumkan pendapatnya. 

Namun yang pasti, dari riuh rendahnya anggapan orang atas dirinya ini, Dul Kaher bukanlah seorang yang anti kemajuan. Sebab setiap saat ia selalu berusaha memperbaiki dirinya yang mungkin akan seiring dengan bertambah indahnya hasil karya yang telah ia bagikan. 

Saran dari kawan-kawannya sesama penulis itu tentu akan ia terima dan ia terapkan jika ia telah mampu untuk memahami dan bisa menerapkannya. 

Namun, sebelum ia sampai pada tahap itu, tiada hal lain yang dapat ia lakukan selain terus melatih diri dalam berkarya, agar hasil tulisannya kian membaik dari waktu ke waktu. 

Dengan demikian, seberapa pun jumlah perolehan atas keterbacaan karyanya itu ia selalu dapat bersyukur, sebab ia merasa masih dapat mengaktualisasikan dirinya melalui sebuah tulisan. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun