Mohon tunggu...
Muhammad Adib Mawardi
Muhammad Adib Mawardi Mohon Tunggu... Lainnya - Sinau Urip. Nguripi Sinau.

Profesiku adalah apa yang dapat kukerjakan saat ini. 😊

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Rutinitas

27 Agustus 2020   02:45 Diperbarui: 27 Agustus 2020   02:52 233
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: geralt (Pixabay)

Setiap hari, sebagai makhluk hidup yang cenderung beraktivitas, kita tentunya memiliki kegiatan-kegiatan yang kita lakukan secara rutin. Misalnya saja, shalat, mandi, bekerja, belajar, dan sebagainya. 

Saat menjalani rutinitas ini, mungkin saja, akan ada beberapa kecenderungan yang muncul pada diri kita: semakin bersemangat dalam menjalaninya, bersikap biasa saja, atau bahkan kehilangan gairah. 

Biasanya, kita merasa bersemangat menjalani rutinitas itu manakala kita menyadari akan memperoleh manfaat atau nilai dari aktivitas yang kita kerjakan. Misalnya dalam hal pekerjaan. Dengan bekerja secara rutin, kita berpeluang akan memperoleh penghasilan yang dapat digunakan untuk memenuhi pelbagai kebutuhan kita.

Pun demikian dalam hal peribadatan. Dengan semakin tekun kita dalam melaksanakannya, barangkali kita akan lekas merasakan manfaatnya dalam bentuk suntikan energi semangat yang akan membekali jiwa kita dalam menjalani aktivitas sehari-hari. 

Dengan demikian, rutinitas itu dapat kita jalani dengan penuh semangat dan antusias sebab kita menyadari adanya nilai yang akan kita peroleh begitu rampung menjalaninya. 

Nilai yang telah kita peroleh ini bisa saja akan membuat kita makin penasaran untuk terus meningkatkannya. Sebab, dengan adanya pencapaian yang telah kita raih pada tingkat tertentu, kita pun akan semakin ingin tahu sejauh mana kemampuan yang kita miliki ini dapat kita eksplorasi hingga posisi yang terujung, yakni batas kemampuan diri kita. 

Sebagai contoh, kita dapat mengambil tamsil dari kondisi kita sebagai penulis di Kompasiana. Untuk penulis yang tertantang dengan raihan jumlah poin dan kualitas tulisan, tentu kita akan selalu berusaha menambah jumlah tulisan hingga nilai kemampuan diri kita semakin meningkat dengan penyimbolan warna verifikasi, jumlah poin, dan tingkatan penulis. 

Semakin produktif dan semakin baik kita dalam membuatnya, maka jumlah poin kita pun akan kian meningkat berikut peringkat yang kita dapat. Barangkali dengan menyadari akan hal ini, kita akan senantiasa mendayagunakan segenap kemampuan kita untuk meraih segala hal yang mungkin dapat kita capai di sini, sehingga kita akan terus berkarya hingga pada batas kemampuan diri kita. 

Batas kemampuan diri inilah yang nantinya akan 'memaksa' kita untuk mengambil sebuah keputusan, apakah kita akan melampauinya atau kita menerima apa adanya keadaan yang kita peroleh pada saat ini. 

Di mana dari setiap keputusan itu tentu akan membawa konsekuensi: jika kita berhasil mendobrak pembatasnya, maka perjuangan kita akan berpeluang terbayar dengan raihan aktualisasi diri. 

Namun, jika kita mengalami kegagalan harus bersiap menghadapi konsekuensi, misalnya: mendapatkan pandangan sinis dari mereka yang suka nyinyir; maupun rasa belas kasih dan motivasi dari mereka yang mudah berempati. 

Sementara itu, jika kita menyerah di tengah perjalanan ini, kita bisa jadi akan memperoleh kenyamanan dan rasa aman yang sifatnya sementara, yang di sisi lain, kemampuan diri kita cenderung tidak akan berkembang. Itulah contoh sederhana bagi mereka yang berjuang dalam dunia kepenulisan yang mungkin saja konteksnya dapat dibawa pada bahasan yang lebih luas. 

Pada pihak yang lain, yakni mereka yang menganggap rutinitas sebagai lazimnya pekerjaan yang dilakukan sehari-hari, maka ia akan menjalaninya dengan mengalir begitu saja seakan tanpa hambatan yang berarti. Ia mudah menjalaninya sebab telah paham betul dengan hulu-hilir, dan rintangan dalam perjalanan aktivitasnya. 

Seperti, ketika berangkat bekerja, ya, tinggal berangkat saja. Mau ke sekolah, ya, tinggal ke sekolah saja. Mau beribadah, ya, tinggal beribadah saja. Orang kategori "mengalir" ini menjadikan rutinitasnya berjalan begitu saja, baik dengan mereka sadari atau tidak, rutinitas ini seakan berjalan spontan seperti halnya ketika mereka bernafas. 

Posisi pihak yang senang mengalir ini sebenarnya tidak salah dan bahkan di satu waktu juga dapat dikatakan baik. Sebab mereka memiliki kemampuan untuk menjaga ritme keinginan untuk merampungkan pekerjaan mereka dengan diiringi kemampuan diri mereka. Dan lebih dari itu, mereka membuktikan karya mereka dengan tercapainya seluruh tanggung jawab diamanahkan. 

Meski terkadang kelompok mengalir dianggap sebagai pihak yang kurang kreatif, namun bisa jadi inilah kehebatan tersembunyi yang mereka miliki dan tidak disadari oleh siapa pun, yakni konsistensi atau keistiqamahan mereka dalam berkarya. 

Adapun kelompok terakhir diisi oleh pihak yang rentan menjadi masalah bagi diri mereka sendiri maupun pihak lain, yakni mereka yang sudah mulai atau bahkan telah memiliki rasa bosan yang akut atas segala rutinitasnya. Rasa bosan inilah yang jika tidak segera mereka selesaikan akan berpeluang memicu kondisi runyam di kemudian hari. 

Kondisi runyam ini biasanya berkaitan dengan masalah produktivitas dan kualitas dari setiap karya-karya yang dihasilkan. Dengan hilangnya gairah dalam menjalani rutinitas itu berpotensi menjadikan mereka kehilangan arti dalam setiap pekerjaan. 

Lantas, bagaimana jika hal ini terjadi pada diri kita? 

Disadari atau tidak rutinitas terkadang memang berpotensi menjemukan pada diri siapa saja, tak terkecuali pada diri saya, jika kita belum memaknai hikmah yang berada di baliknya. 

Apa sajakah hikmah yang dapat kita petik dari rutinitas itu? 

Pertama, kita harus menyadari bahwa rutinitas itu telah menjadi bagian dari kebutuhan hidup kita. Misalnya kita butuh makan agar tetap hidup, butuh bekerja agar tetap mendapatkan gaji demi memenuhi kebutuhan, butuh beribadah untuk memenuhi kebutuhan jiwa kita, butuh bersosialisasi untuk menghidupkan jiwa sosial kita, dan seterusnya. 

Dengan adanya kesadaran diri untuk memenuhi kebutuhan ini akan menjadikan kita kian mudah untuk menjalaninya, sebab kita telah mafhum bahwa rutinitas itu seperti nafas dalam kehidupan kita. 

Kedua, rutinitas adalah kesempatan bagi kita untuk mengaktualisasikan diri. Mungkin kita telah sering mendengar tentang sebuah pesan dari pepatah lama, practice makes perfect. Berlatih akan menjadikan segalanya kian sempurna.

Kiranya hal ini pulalah yang akan terjadi pada diri kita dalam menjalani rutinitas. Seiring lamanya rutinitas dan jam terbang, maka kualitas pekerjaan kita pun akan semakin meningkat dari waktu ke waktu. 

Misalnya, dengan rutin menulis di Kompasiana akan menjadikan keterampilan kita dalam menulis akan kian terasah dari hari ke hari. Kita menjadi mampu melakukannya bahkan ketika sedang mengalami kemampatan ide sebab tidak adanya sedikitpun konsep yang mengendap dalam kepala. Kita bisa menjalani itu semua karena kita telah terbiasa menulis setiap hari. 

Ketiga, mensyukuri nikmatnya kehidupan. Dengan adanya rutinitas yang masih bisa kita kerjakan sehari-hari ini berarti Tuhan masih menitipkan nikmat-Nya pada diri kita yang berupa waktu. Titipan nikmat waktu inilah modal berharga bagi kita untuk mengabdi pada-Nya. 

Rutinitas kita kerjakan dengan niatan untuk menghamba pada-Nya, sehingga kita pun akan patuh pada rambu-rambu perintah dan larangan yang ditetapkan oleh-Nya. 

Sebab, kita pun tahu bahwa tidak semua orang masih berkesempatan mendapatkan waktu untuk mengabdi ini lantaran telah tercerabutnya kenikmatan rutinitas ini atau karena mereka telah berpindah ke alam lain. 

Itulah kiranya kenikmatan tak terperi yang telah Tuhan anugerahkan untuk diri kita dalam bentuk aktivitas yang dapat kita kerjakan secara berkala. Manakala kita mampu memahami hakikat peran kita sebagai hamba yang menjalani rutinitas sebagai bentuk pengabdian pada-Nya, maka kita pun akan menjadi merasa lebih nikmat dalam menjalaninya. 

Dengan demikian, rutinitas tidak lagi akan kita pandang sebagai ihwal yang membosankan akan tetapi sebagai kenikmatan yang membangkitkan rasa ketagihan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun