Hari ini, Dul Kaher telah menerima gaji bulanannya. Gaji unik yang selalu ia terima pada saat menjelang pertengahan bulan. Gaji itu ia peroleh dari jasanya mengajar pada salah satu sekolah di daerahnya.Â
Jumlah gaji Dul Kaher 30 persen lebih besar dari nilai upah minimum rata-rata di daerahnya. Entah, mana yang benar. Gaji Dul Kaher yang terlalu besar atau nilai UMR di daerahnya yang terlalu kecil. Dan, jika hal ini diulas tentu akan menjadi bahasan yang mungkin akan memicu debat driver yang tak berkesudahan.
Seberapa pun nilai gaji itu, Dul Kaher beserta keluarganya selalu mampu mensyukurinya. Ia selalu dapat merasakan kebahagiaan dengan apa yang mereka telah terima saat itu. Bahkan, terkadang, mereka merasa kebahagiaan itu terlalu berlebih untuk mereka terima.Â
Lantaran kebahagiaan yang mereka anggap terlalu melimpah itulah, ia sekeluarga berniat untuk membagi kebahagiaan itu pada pihak lainnya, terutama pada keluarga terdekatnya.Â
Dul Kaher yang merasa gajinya terlalu berlebih, ia pun membagikan sebesar 30 persennya pada orang tuanya. Pemberian itu baginya adalah sebagai salah satu upayanya untuk membayar utang budi pada mereka yang tak akan pernah mampu ia bayar seluruhnya.
Orang tua Dul Kaher tentu saja menolak pemberian anaknya itu, sebab mereka merasa masih cukup mampu dari segi perekonomian. Dan mereka pun menganggap, puteranya dan keluarganya itulah yang lebih berhak atas gaji itu. Sejumlah uang yang menurut mereka adalah anggaran tabungan untuk anaknya dan masa depan keluarganya.Â
Namun, Dul Kaher berpikiran lain dengan pendirian orang tuanya. Menurutnya, menabung adalah kegiatan yang baru bisa ia lakukan manakala telah memenuhi kebutuhannya dan melunasi  seluruh utangnya pada orang lain, khususnya utang pada orang tuanya.Â
Meskipun sebenarnya orang tua Dul Kaher tidak pernah sekalipun menganggap bahwa semua jerih payahnya, pengorbanannya, biaya dan waktunya itu adalah utang untuknya, tetap saja, Dul Kaher menganggap, bahwa utang budinya pada kedua orang tuanya itu haruslah ia bayar selagi ia mampu. Itulah alasan kuatnya untuk menyisihkan sebagian dari gajinya itu untuk orang tuanya, yakni sebagai balas budi pada mereka.Â
Sebenarnya, awal kali Dul Kaher berinisiatif untuk memberikan sebagian gajinya ini adalah sebab ia mulai terpengaruh oleh wejangan dari seorang pebisnis sukses dari China, Jack Ma. Dalam satu pitutur-nya, pendiri perusahaan Alibaba itu pernah berpesan, "Jika kalian menghendaki kesuksesan dan kebahagiaan, maka terlebih dahulu bahagiakanlah orang tua kalian."
Ungkapan dari salah seorang terkaya di dunia itu seakan telah menampar kesadaran Dul Kaher atas sikapnya selama ini. Sebuah kesadaran akan pentingnya membahagiakan orang tua dan orang-orang terdekatnya selama masih ada kesempatan untuk melakukannya. Dan rupanya hal itulah, yang banyak diyakini oleh orang-orang yang paham dengan asam garam kehidupan sebagai jalan untuk memperoleh kebahagiaan yang sejati.Â
Hal kedua yang menyadarkan Dul Kaher adalah karena ia mendapat kisah seorang wanita tangguh, Merry Riana saat hendak menggapai impian harta sejuta dolarnya. Untuk menggapai cita-citanya itu, apa saja telah ia curahkan. Waktu, tenaga, pikiran telah ia berdayakan hingga apa yang ia angankan itu telah berada dalam genggaman.Â
Namun, begitu ia meraih impian sejuta dolarnya itu, serasa ada yang kurang dalam hidupannya. Ia merasa seakan kehidupan telah menghambar meskipun ia telah bergelimang harta.Â
Merry pun merenungi, apa gerangan ihwal yang menyebabkan hidupnya ini serasa ada yang kurang. Hingga pada akhirnya ia pun berada pada sebuah titik pencerahan, bahwa kebahagiaannya itu berkurang sebab orientasi hidupnya hanya tertuju pada hal-hal yang sifatnya material. Padahal, ia pun menyadari, bahwa tidak semua kebahagiaan itu diperoleh melalui harta yang berlimpah. Namun, ia juga seringkali hadir melalui jiwa-jiwa yang kaya dalam memandang hakikat kehidupan.Â
Berangkat dari kesadaran itulah, maka Merry Riana pun sering mengadakan kegiatan-kegiatan yang sifatnya sosial non-profit untuk menemukan kembali kebahagiaan yang sejati dalam hidupnya. Dan dengan memedomani hal itu, sejauh ini, ia pun mendapati dirinya menjadi sosok yang lebih berbahagia.
Berkaca dari dua sosok sukses yang masih hidup itu, pada akhirnya Dul Kaher pun terinspirasi untuk mengikuti jejak langkah mereka. Ia telah memutuskan dengan pendirian yang bulat untuk memberikan 30 persen dari gajinya itu untuk kedua orang tuanya demi menemukan kebahagiaan yang sejati pada dirinya.Â
Selain itu, hal lain yang membuatnya mengambil langkah demikian adalah sebab timbul rasa iba pada dirinya manakala ia memandangi wajah kedua orang tuanya yang kian sepuh. Kekuatan mereka, keperkasaan mereka, kesehatan mereka, dan rezeki mereka itu seakan perlahan memudar dari diri mereka.
Dul Kaher begitu merasa bersalah dan berdosa, sebab ia tak mampu mendampingi kedua orang tuanya secara terus menerus. Dan barangkali, dengan 30 persen gajinya yang rutin ia berikan setiap bulan untuk orang tuanya itu, bisa sedikit menebus sebagian kesalahannya, akibat tak mampu selalu hadir dan mendampingi mereka setiap waktu.Â
Lantas, apakah sisa gaji Dul Kaher itu cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarganya?
Bagi Dul Kaher itu adalah sebuah pertanyaan yang lumrah, mengingat setiap bahtera rumah tangga memang sering dipercayai akan melaju dengan tenang dan damai manakala tungku dompet mereka telah terisi dengan bahan bakar penghasilan yang cukup. Artinya, mulus tidaknya perjalanan dalam rumah tangga akan ditentukan oleh besaran penghasilan ini. Namun, apakah selalu benar demikian adanya?Â
Tentu saja itu adalah pandangan yang relatif, mengingat masih banyak realitas di sekitar rumah Dul Kaher yang menunjukkan kondisi yang sebaliknya. Tidak sedikit diantara tetangganya yang berpenghasilan melimpah pun tidak terlepas dari kandasnya hubungan rumah tangga mereka. Sehingga, muncullah sebuah anggapan yang tidak menyenangkan pada diri Dul Kaher, yakni, wanita diuji pada saat sang lelakinya itu berada pada titik perekonomian yang terendah, sementara si lelaki juga diuji pada saat mereka memiliki gaji yang semakin meninggi.Â
Sang isteri diuji kesabarannya pada saat suaminya memperoleh gaji yang pas-pasan, dan suami pun tak lepas dari ujian-godaan manakala karier dan penghasilannya kian melejit. Dan hal itu, tentu tak terkecuali akan terjadi pada Dul Kaher dan keluarganya.Â
Dengan sisa gajinya itu, ia dan isterinya itu masih harus "menyambungnya" dari sumber yang lain, demi menutupi semua kebutuhan keluarganya itu. Ia dan keluarganya rela bekerja apa saja asalkan halal. Mulai dari berdagang sampai berperan sebagai penyedia jasa.Â
Segala hal telah mereka jual, selain harga diri mereka maupun kehormatan (apalagi nyawa) saudara-tetangga mereka. Segala jasa telah mereka tawarkan selama itu tidak berbenturan dengan norma agama maupun kaidah sosial.Â
Dan dengan menjalani itu semua, hingga kini, mereka pun mampu mencukupi segala kebutuhannya, bahkan dengan nilai yang lebih dari cukup. Mereka telah merasa cukup dengan hartanya dan merasa kaya dengan segala kebahagiaannya.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H