Seorang guru memberi penjelasan tentang penemuan-penemuan modern, "Apa diantara kamu ada yang bisa menyebutkan sesuatu yang penting yang belum ada lima pulu tahun lalu," tanyanya. Seorang anak pinter di deretan muka mengangkat tangannya bersemangat dan berkata. "Saya!"(Anthony de Mello SJ-Doa Sang Katak I).Â
Buying rush Adalah ekspresi betapa hanya  saya yang harus selamat, aman dan terjamin dari keadaan yang memburuk. Sembako diborong orang kaya di minimarket kampung. Seorang Ibu mematung di didepan pintu minimarket itu, tak kebagian gula, padahal ia hanya perlu seperempat saja untuk kebutuhan memasaknya.Â
Mbok Nani tukang jamu langganan tidak datang mengantar jamu ke langganan, pasalnya; kunyit, asam, tumulawak, jahe dan kencur habis 'digruduk' pembeli. "Yang tabah ya, Mba Nani".
Ketakutan tak Mempan dilawan
Melawan ketakutan berarti memberi izin baginya untuk semakin dominan menguasai mental kita. Nalarnya, semakin ngotot kita melawan musuh, semakin besar musuh membangun kekuatan untuk menghentikan kita. Lagi pula, bagaimana mungkin melawan sesuatu yang datang asalnya dari sesuatu itu sendiri. Yang mau melawan ketakutan adalah si ketakutan itu sendiri.Â
Akui, hadapi ketakutan adalah yang paling mungkin bisa kita lakukan. Mengakui bahwa diri ini ketakutan adalah permulaan sikap yang penting. Dalam mengakui diri ini takut, keberadaan sensasi tersebut tidak disangkal, karena menyangkal adalah kata lain dari melawannya. Kita terima sensasi takut itu bekerja menguasai mental, untuk itu berarti kita siap berhadapan dengannya.
Berhadapan dengan ketakutan  adalah berhadapan dengan diri sendiri. Untuk itu berhadapan dan mendekatinya secara pasif, fatalis dapat mempercepat sensasi takut itu melemah dan lenyap begitu saja. Perasaan ketakutan dan bentuk-bentuk perasaan lain hanya akan hidup panjang menguasai batin justru kalau pikiran yang sedang mengalami kegelapan dan kebodohan dibiarkan menjadi sumber tindakan. Tindakan bodoh tentunya yang muncul.
Semantara, mengalihkan ketakutan adalah cara paling umum yang kita lakukan. Melalui manipulasi pikiran, sensasi takut dapat mereda meski temporal sifatnya, ketakutan akan muncul  bila ada momennya. Tetapi setidaknya dengan mengalihkan ketakutan,  'oksigen' baru dapat mengisi rongga pernafasan hidupnya, tinimbang sesak nafas dan mati kaku karena ketakutan yang menguasainya.
Salah satu pengalihan (kalau kita orang beragama) adalah doa.Â
Berdoa mengalihkan perhatian dari perasaan diri yang adalah ketakutan kepada ia yang kita imani sebagai Mahakuasa atas segala sesuatu, termasuk ketakutan.
Suatu hari seorang sahabat datang dengan ketakutan setelah mendapati chat mesum dari gawai suaminya. Ia takut suaminya beralih cinta dan perhatiannya pada wanita simpanannya. Saya bersaran padanya, "Titipkan saja ketakutanmu pada Tuhanmu, cuma Ia yang mau dititipkan 'monster' itu". Seraya memberi sebuah doa yang saya sebut sebagai 'doa penitipan':
"Aku titipkan kepada Allah (Yang Mahatinggi, Mahaluhur, mahamulia, mahaagung) agamaku, diriku, keluargaku, kekayaanku, anak-anakku, dan seluruh saudaraku yang beriman, semua yang telah dianugerahkan Tuhanku kepadaku, serta semua urusan yang menjadi tanggunganku.Â