"Iya, itu relawan dari mana toh? Kami evakuasi dengan heli akhirnya," sahut Pak Sutopo.
15 menit olah raga paginya Pak Sutopo terhambat obrolan kami. Berbincang dengannya akan terasa diwongke (dianggap) kalau dalam Bahasa Jawanya. Menyimak dengan serius lawan bicaranya, anggukan kepalanya, semua ekspresi sikap respeknya akan terasa sebagai sikap natural, tidak dibuat-buat.
Akhirnya obrolan kami berakhir setelah sebelumnya saya tawari beliau mampir dan menawarkannya kopi hangat.
"Saya lanjut yo, Mas," pamitnya sambil menepuk-nepuk pundak saya dan meninggalkan saya. Berjalan sangat lambat dengan badan yang sedikit miring ke kiri, saya biarkan mata saya mengamati geraknya dari belakang, sampai beliau berbelok ke blok kediamannya.
Selanjutnya, setelah pertemuan di pagi itu, saya tidak lagi pernah bertemu di lingkungan komplek rumah. Pernah satu hari saya mengunjunginya di rumah dengan membawakan buku untuknya, tapi hanya bertemu dengan Bu Sutopo. "Bapaknya belum pulang, Mas," jelasnya. Buku saya titipkan.
"Mas, maturshuwun bukunya, nanti saya sempatkan baca," pesan Whatsapp saya terima dari Pak Sutopo keesokan harinya. Itulah terakhir kali, bahkan untuk selamanya, komunikasi saya dengan tetangga yang murah senyum ini.
Pernah di suatu minggu pagi. "Wah telat kamu, barusan saja  si Bapak lewat," kata istri saya
"Pak Topo?" tanya saya memperjelas.
"Iya," pungkas istri. "Kalah start," canda saya. Sambil berharap kelak diminggu pagi lain kesempatan bisa berbincang lagi di depan taman.
Soal kalah start dengannya berkali-kali saya alami. Suatu malam, bahkan sudah pagi persisnya karena saat itu jam di pos satpam gerbang komplek menunjukan pukul 01.10 dini hari.
"Bareng sama Babe?" tanya Satpam penjaga gerbang penasaran.
"Ha? Sama siapa? Pak Sutopo?" tanya saya balik penasaran.
"Iya, baru aja masuk, paling baru belok bloknya tuh," Lanjut Pak Satpam.
"Ow," balas saya sambil melaju meninggalkan satpam.
Sementara pikiran tak habis berpikir dan takjub, bagaimana bisa beliau dengan keadaan yang demikian, bekerja sampai sepagi ini?
Pagi harinya. Pukul 06.00 saya sudah di atas sepeda motor, melaju pelan hingga gerbang pos satpam. Badan masih belum segar sepenuhnya karena tidur hanya 3 jam tadi malam.