Mohon tunggu...
Taryadi Sum
Taryadi Sum Mohon Tunggu... Insinyur - Taryadi Saja

Asal dari Sumedang, sekolah di Bandung, tinggal di Bogor dan kerja di Jakarta. Sampai sekarang masih penggemar Tahu Sumedang

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Wisata ke Pulau Tidung, Kapal Kayu Reyot dan Mogok

27 Juli 2019   01:17 Diperbarui: 27 Juli 2019   01:25 174
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pulau Tidung, salah satu dari Gugusan Kepulauan Seribu adalah salah satu obyek wisata yang banyak diminati, khususnya warga Jakarta. Kebetulan dalam kesempatan libur sekolah anak-anak kemarin, kami sekeluarga berkesempatan mengungjunginya karena penasaran begitu banyak cerita panorama indah di sana.

Kami berangkat dari Bogor jam 4 pagi, karena berdasarkan info sana-sini, kalau bawa mobil sendiri paling lambat jam 6 pagi harus sudah disana karena keterbatasan tempat parkir resmi kalau mau berangkat via pelabuhan Muara Angke. Setelah Shalat Shubuh di rest area sekitar taman mini, kami meluncur lagi sehingga sekitar jam 6 itu kami sampai disana.

Karena informasinya dari situ hanya ada kapal kayu, sayapun langsung membeli tiket kapal yang ada.  Namun ketika tanya kapalnya disebelah mana, petugas parkir menanyakan pake kapal tradisional atau ekspres?, oh ternyata ada juga kapal ekspres dari situ. Padahal info terakhir di internet, kapal Ekspres Bahari yang berangkat ke Pulau Tidung itu berangkatnya dari Pelabuhan Sunda Kelapa.

Setelah dapat tempat duduk di kapal, saya segera mengambil 5 jaket pelampung untuk kami berlima dan ditaruh di dekat tempat duduk kami. Penumpang lain kelihatannya tidak ada yang melakukan itu dan   tampak aneh melihat saya mengumpulkan alat keselamatan itu. Saya gak peduli.  

Kapal kami jam 8 lewat mulai meninggalkan pelabuhan, Mungkin karena wilayah perairanya kepulauan, ombakpun tidak terlalu besar sehingga kapal yang panjangnya sekitar 30 meter dan lebar sekitar 8 meter itu melaju tanpa goyangan berarti. Waktu  perjalanan yang direncanakan 2,5 jam itu  saya gunakan dengan ngobrol-ngobrol sama penumpang lain, duduk tiduran atau nongkrong di luar dek kapal.

Nongkrong malam sambil mancing di jembatan cinta

dokpri
dokpri
Jalan sore di Jembatan Cinta

dokpri
dokpri
Situasi dalam kapal kayu, kursinya cukup empuk tapi tidak memperhitungkan jalur evakuasi

dokpri
dokpri
Pulang naik Kapal Ekspres Bahari

Setelah hampir 2 jam, tibalah saat yang sedikit mendebarkan. Kapal kayu yang kami tumpangi mati mesin. Karena posisi terhenti, hentakan gelombangpun semakin terasa mengobang-ambing kami. Karena saya bernah mengalami hal yang lebih besar, saya awalnya tidak terlalu panik. Namun tak berselang lama, kepanikan mulai menjalar ketika kapal goyang-goyang, tiang-tiang berbunyi seperti lantai 2 kapal mau roboh.

Ternyata selain kapal yag bergoyang, tiang penyangga laintai 2 pun ikut goyang seperti kurang kuat menahan beban penumpang di lantai 2 yang jumlahnya lebih banyak dari yang di bawah.Saya coba lihat tiang-tiang penyangga lantai 2 itu apa memang dirancang fleksibel atau tidak, rupanya tidak, tiang-tiang itu dipaku permanen, sehingga saya anggap itu sebagai situasi berbahaya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun