Sebagai penumpang tetap KRL Commuterline Jakarta-Bogor, saya benar-benar merasakan adanya peningkatan pelayanan transportasi masal tersebut. Kalau beberapa tahun yang lalu ada kereta ekonomi dengan berbagai asesorisnya seperti pedagang asong, pengamen dan pencopet yang jauh dari rasa nyaman, kini sudah cukup baik meski tidak mengurangi jejal-jejalannya.
Demikian pula dengan konsidi stasiun, kini semua stasiun bebas dari pedagang asong yang membuat suasana semeraawut. Namun untuk hal ini saya gak setuju-setuju amat karena yang terjadi adalah bergesernya pedagang-pedagang itu ke luar lahan stasiun yang umumnya adalah jalan raya.
Namun, perbaikan pelayanan KRL dalam kota ternyata berbanding terbalik dengan ke luar kota. Entah karena kebetulan atau tidak, kemarin dua kali naek kereta bolak-balik Jakarta-cepu meninggalkan kesan yang kurang baik terhadap pelayanan KRL yang tarifnya hampir 400 ribu untuk sekali jalan. Mudah-mudahan saja ini memang kebetulan saja dan tidak terjadi di kereta lain.
Waktu pergi saya naik Kereta Gumarang yang berangkat dari Stasiun Pasar Senen sekitar setengah empat sore. Untuk perjalanan jauh, kehadiran televisi, yang biasanya memutar film dari VCD cukup membantu mengurangi kejenuhan. Sayangnya, kotak hitam berlayar kaca sekitar 24 in di gerbong kelas eksekutif yang saya naiki itu ternyata tidak berfungsi. Kata petugasnya memang benar tidak berfungsi, bukan tidak dijalankan.
Waktu pulang ke Jakarta 4 hari kemudian, saya naik Kereta Sembrani yang berangkat dari Surabaya. Di kereta eksekutif ini, televisi menyala dan memutar film seperti biasanya, sayangnya pendingin ruangannya sepertinya kurang berfungsi sehingga saya dan beberapa teman mengeluh kepanasan. Karena perjalanan malam, kepanasan yang membuat susah tidur, menjadi siksaan tersendiri. Tapi kekesalan itu sedikit terobati ketika SMS komplain ke costumer servise nya, saya dilayani dengan baik dengan ditawari pindah gerbong. Padahal, sebagai konsumen, respon yang saya inginkan sebenarnya adalah segera diperbaikinya AC itu, karena yang kepanasan bukan saya sendirian.
Anggaplah trip terjauh Jakarta-Surabaya adalah semalam (12 jam). Dengan rata-rata tariff Rp 375.000 per orang dan angga[ saja penumpangnya 75% dari 64 tempat duduk, maka uang yang diperoleh dari penumpang adalah 18 juta per gerbong. Rasanya sangat layak jika penumpang mendapat perhatian yang serius untuk masalah kenyamannya, tidak cukup dengan bilang “maaf”, karena kami tidak membeli kenyamanan itu dengan kata maaf.
Pak Menteri Jonan, jangan bisanya marah-marah melulu kalau ada kecelakaan, tolong inspeksi juga untuk jaminan hak-hak penumpang……