Mohon tunggu...
Taryadi Sum
Taryadi Sum Mohon Tunggu... Insinyur - Taryadi Saja

Asal dari Sumedang, sekolah di Bandung, tinggal di Bogor dan kerja di Jakarta. Sampai sekarang masih penggemar Tahu Sumedang

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Pelayanan Commuterline Membaik, Kereta Luar Kota Memburuk

17 April 2015   10:39 Diperbarui: 17 Juni 2015   08:00 71
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebagai penumpang tetap KRL Commuterline Jakarta-Bogor, saya benar-benar merasakan adanya peningkatan pelayanan transportasi masal tersebut. Kalau beberapa tahun yang lalu ada kereta ekonomi dengan berbagai asesorisnya seperti pedagang asong, pengamen dan pencopet yang jauh dari rasa nyaman, kini sudah cukup baik meski tidak mengurangi jejal-jejalannya.

Demikian pula dengan konsidi stasiun, kini semua stasiun bebas dari pedagang asong yang membuat suasana semeraawut. Namun untuk hal ini saya gak setuju-setuju amat karena yang terjadi adalah bergesernya pedagang-pedagang itu  ke luar lahan stasiun yang umumnya adalah jalan raya.

Namun, perbaikan pelayanan KRL dalam kota ternyata berbanding terbalik dengan ke luar kota. Entah karena kebetulan atau tidak, kemarin dua kali naek kereta bolak-balik Jakarta-cepu meninggalkan kesan yang kurang baik terhadap pelayanan KRL yang tarifnya hampir 400 ribu untuk sekali jalan. Mudah-mudahan saja ini memang kebetulan saja dan tidak terjadi di kereta lain.

Waktu pergi saya naik Kereta Gumarang yang berangkat dari Stasiun Pasar Senen sekitar setengah empat sore. Untuk perjalanan jauh, kehadiran televisi, yang biasanya memutar film dari VCD cukup membantu  mengurangi kejenuhan. Sayangnya, kotak hitam berlayar kaca sekitar 24 in di gerbong kelas eksekutif yang saya naiki itu ternyata tidak berfungsi. Kata petugasnya memang  benar tidak berfungsi, bukan tidak dijalankan.

Waktu pulang ke Jakarta  4 hari kemudian, saya naik Kereta Sembrani yang berangkat dari Surabaya. Di kereta eksekutif ini, televisi  menyala dan memutar film seperti biasanya, sayangnya pendingin ruangannya  sepertinya kurang berfungsi sehingga saya dan beberapa teman mengeluh kepanasan. Karena perjalanan malam, kepanasan yang membuat susah tidur, menjadi siksaan tersendiri. Tapi kekesalan itu sedikit terobati ketika SMS komplain ke costumer servise nya, saya dilayani dengan baik dengan ditawari pindah gerbong. Padahal, sebagai konsumen, respon yang  saya inginkan  sebenarnya adalah segera diperbaikinya AC itu, karena yang kepanasan bukan saya sendirian.

Anggaplah trip terjauh Jakarta-Surabaya adalah semalam (12 jam). Dengan rata-rata tariff Rp 375.000 per orang dan angga[ saja penumpangnya  75% dari 64 tempat duduk, maka uang yang diperoleh dari penumpang adalah 18 juta per gerbong. Rasanya sangat layak jika penumpang mendapat perhatian yang serius untuk masalah kenyamannya, tidak cukup dengan bilang “maaf”, karena kami tidak membeli kenyamanan itu dengan kata maaf.

Pak Menteri Jonan, jangan bisanya marah-marah melulu kalau ada kecelakaan, tolong inspeksi juga untuk jaminan hak-hak penumpang……

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun