Raden Paiman langsung berteriak memanggil Paijo, “Paijooooo!”
Teriakannya terdengar oleh Paijo yang sedang menonton televisi, bergegas ia keluar rumah. Paijo melihat Raden Paiman sedang berdiri di depan halaman rumahnya.
“Halaaah, Ndoro, kenapa tidak bilang-bilang kalau mau ke sini!” Paijo bergegas berlari menyambut Raden Paiman.
Tapi, begitu sampai di depan Raden Paiman, “Plaaaak! Plaaaak!” suara telapak tangan mengenai wajah Paijo.
“Kenapa kau ajari beoku bicara seperti itu, Jo?” tanya Raden Paiman. Matanya melotot menatap Paijo yang meringis kesakitan dan shock kaget tiba-tiba ditempeleng Raden Paiman.
(6)
Sudah sebulan, burung besar Pak Kuluk tidak kelihatan berkeliaran. Ia hanya terbang berkeliling-keliling mengitari rumah Pak Kuluk. Burung itu seperti ketakutan. Orang-orang desa senang sebab burung itu tidak mengganggu dan merepotkan mereka dulu. Kalau burung itu sudah hinggap di jendela, di pintu, atau di mana saja, tak ada yang bisa mengusirnya. Ia hanya takut pada Pak Kuluk. Tapi, sebulan ini, burung itu jarang terbang, suaranya yang keras tapi memekakkan telingan hanya sesekali terdengar. Itu pun saat Pak Kuluk ada di rumah.
Entah kenapa. Tak ada yang tahu ada apa dengan burung besar itu.
Di belakang rumahnya yang asri, Juki sedang memberi makan salah satu burungnya. Ia melemparkan seekor tikus besar ke sarang burung itu. Dalam sekejap mata, tikus itu ditangkap cakar burung itu. Lalu, tikus itu hanya sebentar mencicit sebab paruh tajam sang buruh telah mengkoyak tubuhnya.
Juki pun tersenyum puas.
-----------------------Ragunan, 18 September 2015