Aku bergegas menemuinya. Pakaian dan tubuhnya basah. Ketika sampai di depannya, ia tersenyum, “Lihat ke langit! Tuh, ada pelangi!” Ia menunjuk pelangi yang melengkung di arah barat.
“Apaaa!? Pelangiiii???” aku terkejut ternyata yang dia maksud adalah pelangi beneran, bukan Pelangi dirinya. Seketika wajahku memucat, aku ingat larangan untuk melihat pelangi. Aku ingin berlari masuk kembali ke dalam rumah. Tapi, Pelangi secepat kilat memegang pergelangan tanganku.
“Kenapa?” tanyanya. Pergelangan tanganku masih dipegangnya erat.
“Aku dilarang melihat pelangi,” jawabku.
“Siapa yang melarangmu?”
“Tetua.”
“Kenapa?”
“Nanti aku gila!”
“Seperti Nam, ya?” Pelangi tersenyum.
“Iya. Haaah!? Kamu tahu Nam?” Aku terkejut dan kaget.
“Tentu saja aku tahu Nam. Sebab, aku adalah Nam.”