Kata perkata meluncur tak beraturan, tenggorokan tercekat pena bermata tajam, meja berserakan, lusinan kertas putih kini penuh coretan.
Hendak mulai dari mana kata pembuka, mata sebagai pemindai telah di butakan keadaan. Hati mengolah kehampaan, isyarat mistik hanya bualan kenyataan.
Kata kemudian berperang, menjadi ranjau bagi segelintir pencari keadilan. Kata bermufakat dengan pemilik gagasan, menyodorkan diri sebagai pembenar, penutup argumen bahwa keadilan hanya polesan kuas pada keramik besar.
Kata kemudian hilang dari peradaban, atau peradaban itu telah dipancung perlahan oleh sekian ribu teori pembicaraan.
Jika dicari, sumber pengolah kata telah mati. Jika di cipta kembali, pengendapan rasa hanya permainan pencitraan komunikasi.
Kata telah lama kehilangan makna
#####
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H