Seketikah luruh semangat hidupku, keberanianku jatuh ketitik beku, tampang garang dengan dada bidang telah kosong dari badai dan amukan topan.
Aku menangis sejadi-jadinya
Aku menjerit sekuat-kuatnya
Aku menyesali telah merobohkan tembok besar bernama perjanjian
Aku melukai hati dan perasaan insan-insan lemah penuh pengharapan
Air mata tak bisa mengembalikan kedamaian
Ratapan sedih bukan solusi menciptakan kesepakatan
Ketika kesadaran berpikir ini datang, telah banyak hak hidup orang lain bergelimpangan, ketidak adilan menjadi kendaraan perang memberangus segala macam kritik dan wejangan.
Peluru pertama merobohkan akal-pikir dan kesetiaan
Peluru kedua, menjatuhkan wibawa martabat kemanusiaan
Peluru ketiga, tewaslah segala hati tulus ikhlas penyampai kebenaran
Hari-hari itu ku kenang dengan tangisan, keringat dingin sebesar palu hakim membanjiri baju putih yang ku kenakan. Tangan gemetar tak mampu memegang map merah penuh catatan, peristiwa sesat yang menjadi beban menatap kehidupan.
Tangisku bukan buatan
Sesalku bukan sandiwara seperti perkiraan
Maafku ingin aku ucapkan
Lewat pintu mana penyesalan ini ingin aku utarakan
#####
Baganbatu, 12 agustus 2022
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H