Mohon tunggu...
Kang Marakara
Kang Marakara Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pengangguran Terselubung

Belajar dan mengamalkan.hinalah aku,bila itu membuatmu bahagia.aku tidak hidup dari puja-pujimu

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Puisi: Secangkir Teh Manis Terakhir

8 Juni 2021   06:59 Diperbarui: 8 Juni 2021   07:16 1493
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pagiku terasa lebih dingin, denting sendok beradu bibir cangkir, segulung uap panas mengapung bagai mimpi. Aroma teh melati, gula putih dalam takaran pasti, menambah nostalgia ini lebih menyentak hati.

Tangan terampil berhati sejati, senyum dikulum menghias hidung mancung. Tak ada riasan benci, tak ada polesan berat hati. Yang tersaji adalah bukti kasih, teh melati dan kesetiaan tak terganti.

Tapi kini, cangkir kosong tergeletak bengong. Sendok dan gula teronggok di sudut meja, teh melati menangis sedih sambil menghiba. "ke mana wajah ayu yang dulu memanjakanku, mengapa ia pergi ketika pagi pasti hendak datang lagi".

Aku? Tak mampu kutuliskan dalam puisi ini. Kehilangan kekasih adalah pedih yang paling perih.

*****

Baganbatu, juni 2021

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun