"Anda  kenal Munir?"
"Kenal." Jawabku mantab menjawab pertanyaan dari orang bertopi caping lebar yang tiba-tiba hadir di saat lamunan tengah merajai hatiku sore ini.
"Apa yang engkau kenal dari sosok Munir? Apa anda bisa mengatakan dengan bahasa sederhana tapi bermakna luarbiasa."
Bah! semakin melunjak saja pertanyaan orang misterius ini. Seakan tidak memandang gelar S2 ku yang lulusan universitas terkenal luar negeri.
"Munir adalah pejuang hak asasi manusia di Indonesia. Pendiri kontras yang mati secara misterius ketika dalam perjalanan ke negeri Belanda."
Sebenarnya aku ingin menjabarkan siapa itu Munir dengan bahasa orang terpelajar dan berpendidikan. Tapi orang misterius tersebut telah memberi rambu-rambu tentang jawaban Munir yang harus dengan bahasa sederhana.
"Dasar orang tidak berpendidikan, mengajukan pertanyaan tapi mensyaratkan  aturan ketika mengharap jawaban." Keluhku dalam hati.
"Hanya itu?" tanya orang misterius seakan butuh sejuta jawaban.
"Hanya itu." Wajahku mungkin telah berubah memerah seperti petinju Mike Tyson di atas ring. Pertanyaan dua kata yang benar-benar menyinggung harga diriku, seakan menelanjangi seluruh kebanggaanku sebagai orang muda yang berpendidikan dan terpandang dalam pergaulan.
"Menyedihkan." Itu kata-kata yang masih sempat ku dengar ketika sosoknya tiba-tiba menghilang seiring hembusan angin. Aku terlolong dalam keheranan yang memuncak. Seperti anak Tk yang melihat robot transformers di halaman rumah.
Lima hari berturut-turut orang misterius itu datang, lima kali senja ia mengajukan pertanyaan yang sama. Dan lima kali berturut-turut orang aneh itu selalu memberi tanggapan yang seperti mengiris hati dan perasaan.