Ada nuansa yang berulang di setiap tanggal 17 agustus setiap tahunya. Setelah upacara bendera di lapangan,maka yang paling di nanti-nanti adalah karnaval untuk memeriahkan hari kemerdekaan republik Indonesia.
Lelaki- perempuan, tua- muda apalagi bagi pelajar, ini adalah saatnya menunjukan indentitas diri di balut aneka pakaian tradisional setiap daerah di indonesia, pakaian dinas profesi seperti guru, tentara, perawat, petani, nelayan, dan aneka atribut dan hiasan lainya.
Masing-masing peserta akan berusaha menampilkan yang terbaik bagi penikmat karnaval. Persiapan bisa berlangsung seminggu sebelum acara dan semakin sibuk menjelang berlangsungnya karnaval. Semua menikmatinya, semua bersuka ria.
Cukupkah dengan karnaval?
Memang bila di lihat dari animo masyarakat yang menyaksikan,acara karnaval setiap 17 agustus pasti menyedot perhatian dari masyarakat, mungkin acara karnaval ini hanya bisa di saingi oleh panjat pinang,bola dangdut, lomba kelereng,dan aneka lomba khas 17 agustus lainya.
Di tengah isu perpecahan yang menghawatirkan, politik indentitas yang mulai bangkit, kerukunan antar ummat beragama yang tak henti tercabik-cabik, isu sosial tentang keadilan dan kemiskinan yang begitu luar biasa, apakah karnaval punya efek positf bagi kesadaran berbangsa dan bernegara?
Belum lagi isu korupsi dan kekayaan negara yang entah lari kemana, karnaval akhirnya hanya menjadi sekedar hiburan sesaat bagi masyarakat untuk melupakan segala ruwetnya kondisi bangsa.karnaval usai,masyarakat akan kembali di suguhi fakta kehidupan yang jauh dari perbaikan dari sisi ekonomi, hukum, keadilan, ketimpangan kaya dan miskin, dan seabrek masalah lainya.
Merawat bangunan kebangsaan
Tetapi seharusnya ada tindak lanjut dari sekedar karnaval dan aneka perlombaan, mengapa kita tidak beramai-ramai mengunjungi para pejuang kemerdekaan di sekitar kita, para pejuang dan pahlawan yang kini pasti sudah berusia sepuh.
Mengapa tidak kita tunjukan rasa penghargaan kita dengan mulai memperhatikan bagaiman kehidupan mereka sekarang. karena yang namanya pahlawan kemerdekaan itu bukan hanya yang sudah di beri tanda pahlawan oleh pemerintah semata, ada banyak orang-orang tua di sekitar kita yang dulunya juga ikut berjuang merebut dan mempertahankan kemerdekaan dari penjajah.
Mengapa pula tidak kita penuhi langit-langit nusantara dengan lantunan doa? Di masjid, gereja, vihara, kelenteng, dan tempat ibadah lainya. Tentu ini lebih bermakna daripada sekedar arak-arakan.
Belum lagi usaha kita untuk kembali menumbuhkan rasa satu nusa, satu bahasa, dan satu tumpah darah yang di tahun-tahun belakangan ini sering di koyak-koyak oleh aneka kepentingan tertentu.
Pada akhirnya, karnaval dan segala kemeriahan menyambut hari kemerdekaan adalah hal yang wajar tapi mesti di barengi dengan usaha untuk menumbuhkan semangat dan tekat sebagai satu kesatuan dalam bingkai NKRI.
Merdeka!
Ku tulis kata-kata ini dengan pena yang tintanya menyayat hati, terasa perih ketika nusantara di hempas perpecahan yang tak henti.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H