Ramadhan sebentar lagi,tapi suasana politik tetap saja beku.bagai angkuh menyambut datangnya bulan kemuliaan,ramadhan.
Bertepatan dengan hari buruh 1 mei 2019,segolongan ulama mengadakan pertemuan yang kemudian di namakan ijtimak ulama ke 3.topik utama yang di bahas adalah tentang pelaksanaan pilpres 2019 yang baru saja di lalui.
Ijtimak ulama ke 3 ini untuk siapa?
ini patut di pertanyakan karena yang menyelenggarakan,yang menghadirinya,yang di undang,adalah orang orang yang terlibat dalam ijtimak ulama ke1 dan ke2,yang nyata nyata hanya untuk memberi dukungan kepada pasangan Prabowo-sandi.
Seandainya pertemuan ini memang untuk membahas kecurangan yang terjadi di pilpres kemarin,mengapa ulama ulama dari NU,Muhamadiyah,dan ulama ulama tersohor lainya tidak di undang untuk di dengar pendapatanya.
Apalagi ijtimak ulama ke 3 ini juga telah melahirkan beberapa keputusan yang kesanya menuduh pasangan Prabowo-Sandi telah di curangi,dan pasangan Jokowi-kiai Ma'ruf Amin sebagai pelakunya.darimana mereka mendapat data tentang kecurangan itu,dari kubu Prabowo? ataukah dari pihak yang netral yang bisa di percaya.
Yang saya hormati para ulama yang telah mengadakan ijtimak ulama ke3,mengapa kita tidak mendahulukan kehati hatian sebelum memutuskan? Â apakah kita sudah melakukan tabbayun kepada pihak pihak terkait sebelum memutuskan? bukankah islam mengajarkan kepada kita agar berhati hati menerima berita tentang sesuatu sebelum teruji kebenaranya
Bagaiman seandainya Prabowo pun melakukan kecurangan juga,apakah itu juga di bahas dan di akui? bukankah sudah ada mekanisme yang sah menurut undang undang untuk melaporkan dan membuktikan tentang kecurangan di pemilu.
Kepada yang terhormat yang mengaku mewakili kepentingan ummat,mengapa kemarin ketika Prabowo sampai tiga kali melakukan klaim kemenangan para ulama diam saja? bukankah hasil resmi belum lagi di ketahui.padahal kita sudah sama sama setuju hanya KPU lah yang berhak mengumumkan siapa yang memperoleh suara terbanyak.