Kau adalah istriku yang mesra yang diam-diam mengganti sprei di kamar yang biasa kita berdua menembuskan mimpi lewat celah langit-langit yang kelam kelabu acap malam tiba-tiba menyemburkan dingin dari setiap pori-porinya dan menghambur-hamburkannya ke segala penjuru arah kita.
Kau adalah istriku yang mesra yang diam-diam memberesi sprei sisa semalam dan menyiapkan handuk dan air hangat bakal aku membersihkan badan tanpa sepatah pun kata titah dari aku suamimu di pagi buta.
Kau adalah istriku yang mesra yang diam-diam memasak air di dapur dan meracik secangkir kopi hitam kental kesukaanku yang manis dan pahitnya pas di setiap pagi-pagi sekali bahkan sebelum nyawaku kembali beranjak dari ranjang karena letih yang masih belum pulih usai acara semalam.
Kau adalah istriku yang mesra yang diam-diam tulus menyajikan sarapan di meja makan; sekerat roti bakar yang kau beri slai kacang dan segelas susu untuk aku dan anak-anak manakala kamu belum sempat merapikan gincumu lagi yang semalam raib dilumat dinginnya malam.
Kau adalah istriku yang mesra yang berhasil aku perjuangkan dan selamatkan dari teman-teman seperjuangan yang juga memperjuangkanmu dulu di purbakala.
Kau adalah istriku yang mesra sebelum kumandang adzan subuh diam-diam berkongsi dengan lengkingan jerit ibu dan membuka kelopak mataku dari balik pintu kamar;
"Bangun, subuh!"
Batuampartiga, 200319
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H