Di baris paling belakang, dia dan Udin yang duduk berdampingan terlihat saling lirik.
“Tunduh euy!”kata mereka berdua hampir bersamaan.
Untuk mereduksi kejemuan dan mengusir rasa kantuk mereka akhirnya mengobrol.
“Ngomong naon ieu dosen?” (Bicara apa dosen ini?) katanya memulai pembicaraan.
“Hahahaha, mana ane tau bro.”
“Padahal ane pergi buru-buru dari rumah ampe lupa makan siang cuman buat ikut kuliah. Kirain asik, eh malah dapet yang beginian. Geje.”
“Ah ente ini sok-sok an serius kuliah bro. Bukannya ente sendiri yang bilang kalau semua ini cuma formalitas. Terus apa yang ente harepin bro? Kuliah yang ideal dan berkualitas? Sono masuk ITB aja!”
“Ya bukannya begitu bro. Meski cuman formalitas setidaknya ane pengen nikmatin prosesnya. Minimal ane enjoy waktu kuliah. Bukan kaya gini”
“Terus ente maunya gimana?”
“Ya setidaknya mereka yang sudah diamanahi buat ngajar, melaksanakan tugas sebaik-baiknya. Mereka kan dibayar. Kita juga kuliah di sini kan gak gratis bro. Tiga juta per semester bukan uang yang sedikit buat ane. Uang segitu meningan dipake modal buat nikah.”
“Emang calonnya dah ada?”