Mohon tunggu...
M Kanedi
M Kanedi Mohon Tunggu... pegawai negeri -

Hanya sebutir debu semesta

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Memahami Keprihatinan dan Kritik Presiden terhadap TV Nasional

24 Agustus 2015   22:16 Diperbarui: 24 Agustus 2015   22:16 443
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kalau ada yang merasa bahwa menyukai tontonan sinetron, lawakan, atau hiburan-hiburan yang berkategori norak dan irasional adalah hak, maka kita pun harus membiarkan perilaku-perilaku berikut ini terjadi di sekitar kita: menggunakan narkoba, melacur, atau berjudi. Mengapa?

Menggunakan narkoba, yang rusak adalah diri pelaku sendiri. Tetapi yang dikhawatirkan adalah kecanduan akan mendorong orang tersebut melakukan tindakan kriminal untuk mendapat uang agar bisa membeli narkoba.

Demikian juga melacur dan berjudi. Bukankah uang yang digunakan adalah uangnya sendiri, lantas kenapa mesti di larang? Ketika melacur dan berjudi menjadi kebiasaan, dikhawatirkan dapat mendorong orang tersebut melakukan kejahatan untuk mendapatkan uang agar bisa memenuhi ‘hobinya’ itu

Lalu apa hubungannya dengan kepercayaan pada hal-hal berbau tahayul dan mitos? Perilaku tahayul sama buruknya dengan ketiga kebiasaan mengonsumsi narkoba, melacur, dan berjudi. Mengapa?

Masih ingat beragam kasus kriminal-konyol yang pernah terjadi di negeri ini? Ada pemuda yang menjadi pembunuh berantai hanya karena terpikat akan memperoleh kesaktian setelah membunuh sekian puluh korban? Ada pemuda membongkar kuburan hanya untuk mendapat potongan kain kafan pembungkus mayat? Ada lagi ratusan orang tertipu oleh seseorang yang mengaku bisa menggandakan uang dengan cara gaib? Atau berita tentang adanya gadis dan ibu rumah tangga yang terpaksa menanggung aib dicabuli oleh orang yang mengklaim bisa memberi pesugihan? Apa penyebab semua itu? Kepercayaan pada hal-hal yang tidak rasional.

Jadi, bila dampak tidak langsung yang kita pertimbangkan terhadap suatu perilaku maka jelaslah bahwa tayangan-tayangan yang mengumbar dan mengukuhkan perilaku irasional publik sangat buruk dampaknya. Sama buruknya dengan kebiasaan mengonsumsi narkoba, kebiasaan melacur, atau kebiasaan berjudi.

Oleh sebab itu, kritik presiden terhadap kualitas tayangan (sinetron dan hiburan) di televisi nasional perlu mendapat perhatian dan dukungan semua pihak.

Salam Kompasiana

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun