Kalau ada yang merasa bahwa menyukai tontonan sinetron, lawakan, atau hiburan-hiburan yang berkategori norak dan irasional adalah hak, maka kita pun harus membiarkan perilaku-perilaku berikut ini terjadi di sekitar kita: menggunakan narkoba, melacur, atau berjudi. Mengapa?
Menggunakan narkoba, yang rusak adalah diri pelaku sendiri. Tetapi yang dikhawatirkan adalah kecanduan akan mendorong orang tersebut melakukan tindakan kriminal untuk mendapat uang agar bisa membeli narkoba.
Demikian juga melacur dan berjudi. Bukankah uang yang digunakan adalah uangnya sendiri, lantas kenapa mesti di larang? Ketika melacur dan berjudi menjadi kebiasaan, dikhawatirkan dapat mendorong orang tersebut melakukan kejahatan untuk mendapatkan uang agar bisa memenuhi ‘hobinya’ itu
Lalu apa hubungannya dengan kepercayaan pada hal-hal berbau tahayul dan mitos? Perilaku tahayul sama buruknya dengan ketiga kebiasaan mengonsumsi narkoba, melacur, dan berjudi. Mengapa?
Masih ingat beragam kasus kriminal-konyol yang pernah terjadi di negeri ini? Ada pemuda yang menjadi pembunuh berantai hanya karena terpikat akan memperoleh kesaktian setelah membunuh sekian puluh korban? Ada pemuda membongkar kuburan hanya untuk mendapat potongan kain kafan pembungkus mayat? Ada lagi ratusan orang tertipu oleh seseorang yang mengaku bisa menggandakan uang dengan cara gaib? Atau berita tentang adanya gadis dan ibu rumah tangga yang terpaksa menanggung aib dicabuli oleh orang yang mengklaim bisa memberi pesugihan? Apa penyebab semua itu? Kepercayaan pada hal-hal yang tidak rasional.
Jadi, bila dampak tidak langsung yang kita pertimbangkan terhadap suatu perilaku maka jelaslah bahwa tayangan-tayangan yang mengumbar dan mengukuhkan perilaku irasional publik sangat buruk dampaknya. Sama buruknya dengan kebiasaan mengonsumsi narkoba, kebiasaan melacur, atau kebiasaan berjudi.
Oleh sebab itu, kritik presiden terhadap kualitas tayangan (sinetron dan hiburan) di televisi nasional perlu mendapat perhatian dan dukungan semua pihak.
Salam Kompasiana
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H