Mohon tunggu...
M Kanedi
M Kanedi Mohon Tunggu... pegawai negeri -

Hanya sebutir debu semesta

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Pengacara, Boleh Kaya dan Terkenal Tapi Tak Bisa Jadi Presiden

18 Juli 2015   12:17 Diperbarui: 18 Juli 2015   12:17 1659
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sepertinya, untuk bangsa Indonesia, pendidikan sain-tek dan keagamaan lebih pas membentuk kepribadian dan visi pemimpin bangsa. Itu sebabnya mengapa 7 presiden kita adalah ‘alumni’ dua bidang pendidikan tersebut.

Pendidikan sain-tek melatih seseorang memahami (mencari kebenaran), memanipulasi (rekayasa), dan memanfaatkan alam untuk kesejahteraan umat manusia. Sementara pendidikan keagamaan menyadarkan seseorang akan hakikat hidup dan kehidupan serta tanggung jawab umat manusia di dunia ini.

Orang yang terdidik dan terlatih dalam bidang sain-tek cenderung bersifat terbuka, logis, objektif, kreatif dan suka berbuat sesuatu yang inovatif. Kepribadian seperti itu, agaknya oleh publik dipandang cocok menjadi seorang pelopor (agen) perubahan. Maka, wajar bila kemudian orang-orang yang terdidik dalam bidang sain-tek mudah mendapat simpati dan dukungan publik saat mereka ‘menjual diri’ (baca: berkampanye) untuk menjadi pemimpin.

Selanjutnya, orang yang benar-benar memahami dan menjiwai ajaran (pendidikan) kegamaan cenderung tampil sederhana dan rendah hati. Meskipun sederhana dan rendah hati orang-orang seperti itu kadang luar biasa tegas dan sangat disiplin. Di negeri kita ini orang-orang yang sederhana dan rendah hati akan mudah meraih simpati dan kepercayaan publik.

Bagaimana dengan pendidikan (ilmu) hukum? Tentunya karakter kepribadian yang akan terbentuk melalui pendidikan hukum adalah pribadi kritis, suka berbicara dan berdebat. Celakanya, di negeri ini, orang-orang yang kritis, banyak bicara dan suka berdebat cenderung dipandang angkuh, arogan, dan hanya pandai bicara.

Dengan karakter seperti itu wajar bila kemudian seorang pengacara—yang tentu saja bergelar Sarjana Hukum—tidak mudah meraih simpati dan kepercayaan publik ketika dia berkampanye untuk menjadi pemimpin bangsa dan negara.

Meski pribadi seperti itu relatif sulit meraih simpati dan dukungan masyarakat untuk menjadi pemimpin bangsa, akan tetapi seorang Sarjana Hukum yang profesional boleh jadi sangat sukses menjalani profesinya (pengacara, jaksa, hakim) sehingga bisa menjadi kaya raya dan terkenal.

Salam Kompasiana

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun