Sepertinya, untuk bangsa Indonesia, pendidikan sain-tek dan keagamaan lebih pas membentuk kepribadian dan visi pemimpin bangsa. Itu sebabnya mengapa 7 presiden kita adalah ‘alumni’ dua bidang pendidikan tersebut.
Pendidikan sain-tek melatih seseorang memahami (mencari kebenaran), memanipulasi (rekayasa), dan memanfaatkan alam untuk kesejahteraan umat manusia. Sementara pendidikan keagamaan menyadarkan seseorang akan hakikat hidup dan kehidupan serta tanggung jawab umat manusia di dunia ini.
Orang yang terdidik dan terlatih dalam bidang sain-tek cenderung bersifat terbuka, logis, objektif, kreatif dan suka berbuat sesuatu yang inovatif. Kepribadian seperti itu, agaknya oleh publik dipandang cocok menjadi seorang pelopor (agen) perubahan. Maka, wajar bila kemudian orang-orang yang terdidik dalam bidang sain-tek mudah mendapat simpati dan dukungan publik saat mereka ‘menjual diri’ (baca: berkampanye) untuk menjadi pemimpin.
Selanjutnya, orang yang benar-benar memahami dan menjiwai ajaran (pendidikan) kegamaan cenderung tampil sederhana dan rendah hati. Meskipun sederhana dan rendah hati orang-orang seperti itu kadang luar biasa tegas dan sangat disiplin. Di negeri kita ini orang-orang yang sederhana dan rendah hati akan mudah meraih simpati dan kepercayaan publik.
Bagaimana dengan pendidikan (ilmu) hukum? Tentunya karakter kepribadian yang akan terbentuk melalui pendidikan hukum adalah pribadi kritis, suka berbicara dan berdebat. Celakanya, di negeri ini, orang-orang yang kritis, banyak bicara dan suka berdebat cenderung dipandang angkuh, arogan, dan hanya pandai bicara.
Dengan karakter seperti itu wajar bila kemudian seorang pengacara—yang tentu saja bergelar Sarjana Hukum—tidak mudah meraih simpati dan kepercayaan publik ketika dia berkampanye untuk menjadi pemimpin bangsa dan negara.
Meski pribadi seperti itu relatif sulit meraih simpati dan dukungan masyarakat untuk menjadi pemimpin bangsa, akan tetapi seorang Sarjana Hukum yang profesional boleh jadi sangat sukses menjalani profesinya (pengacara, jaksa, hakim) sehingga bisa menjadi kaya raya dan terkenal.
Salam Kompasiana
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H