Tempo. Saat itu, terdengar seseorang bergumam: "Majalah ini hanya akan berumur tiga bulan."Â Pada suatu siang, lima puluh tahun lalu di gedung tua di Senen Raya 83, kami sedang menyiapkan nomor pertama Majalah
Saya terkejut. Yang berbicara adalah B, salah seorang anggota tim administrasi majalah. Namun, saya berpura-pura tidak mendengar.Â
"Jangan-jangan dia betul," cerita saya kepada T, seorang teman.
"Tenang saja," jawab T. "Mungkin tiga bulan lagi Tempo bubar, tapi kalian sudah membuat sejarah."
"Jangan-jangan kau betul," kata saya, merasa sedikit terhibur.
Setengah abad kemudian, B terbukti salah dan T benar. Tempo telah membuat sejarah dengan kemunculannya yang unik dan penuh keberanian.Â
Tempo dan Perubahan Corak Majalah
Tempo lahir dan mengubah corak majalah di Indonesia. Sebelumnya, majalah mingguan adalah seperti toko serba-ada. Star Weekly, misalnya, memuat uraian filsafat sejarah Arnold Toynbee, cerita bergambar pendekar Sie Djin Kui, hingga resep ketupat-tahu. Panyebar Semangat, yang terbit di Surabaya dalam bahasa Jawa, juga memuat laporan daerah, komik lucu, dan cerita detektif.
Tempo berbeda. Isinya hanya berita, tanpa rubrik dapur, teka-teki silang, atau cerpen. Rubrik "Agama" menampilkan berita tentang malapetaka di musim haji, dan "Kesehatan" melaporkan wabah cacar yang berhenti.
Saat mulai bekerja, kami tidak tahu apakah pembaca akan tertarik dengan cara baru ini. Tempo diluncurkan tanpa survei, melompat dalam kegelapan. Mungkin inilah yang dimaksud T sebagai "membuat sejarah". Tempo adalah sebuah inovasi, eksentrik dalam caranya sendiri.
Inspirasi dari Majalah Time