izin usaha pertambangan (IUP) tanpa alasan yang jelas. Pengacara Deolipa Yumara mengkritik keras langkah Menteri Investasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia yang mencabut ribuan
Menurut Deolipa, tindakan tersebut sangat tidak adil dan merugikan banyak perusahaan tambang yang mematuhi aturan hukum.
Pada Mei 2022, pemerintah mencabut sekitar 2.000 izin usaha tambang milik perusahaan berbentuk PT maupun CV dengan alasan rendahnya aktivitas produksi.Â
Namun, Deolipa menegaskan bahwa banyak dari perusahaan tersebut, termasuk PT Berkat Mufakat Bersama Energi di Kalimantan Selatan (Kalsel), telah memenuhi semua persyaratan izin dan tengah mengurus Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) sebagai izin terakhir.
"Tengah mengurus izin ini tiba-tiba dicabut. Padahal perusahaan ini taat hukum, artinya tidak akan melakukan penambangan sebelum izin terakhir (IPPKH) diperoleh," ujar Deolipa dalam jumpa pers di kawasan Kemang, Jakarta Selatan, Selasa (16/7).
"Ini kelihatannya seperti kesalahan dalam mencabut IUP oleh pemerintah. Perusahaan seperti ini belum beroperasi, kok izinnya dicabut, padahal IUP-nya aktif hingga tahun 2035," tambahnya.
PT Berkat Mufakat Bersama Energi telah mengajukan surat permohonan peninjauan kembali kepada BKPM sejak Juni 2022, namun hingga Juli 2024, tiga surat permohonan tersebut belum mendapat respon.
Deolipa menegaskan bahwa pencabutan IUP ini telah melampaui kewenangan dan memberikan dampak buruk bagi para pengusaha.
"Kami dari kantor advokat Deolipa Yumara telah mengajukan permohonan peninjauan kembali sejak 10 Juni, namun hingga 16 Juli belum ada jawaban. Semua bukti tanda terimanya ada," jelas Deolipa, yang juga menjadi kuasa hukum PT Berkat Mufakat Bersama Energi.
Deolipa juga mengkritik pencabutan izin oleh BKPM yang kemudian diserahkan ke Kementerian ESDM untuk penerbitan kembali, yang menurutnya hanya memperumit proses.
"Ini melibatkan dua kementerian berbeda, yakni Kementerian Investasi dan Kementerian ESDM," ujarnya.
Deolipa menuntut pemerintah agar lebih berhati-hati dalam mencabut izin usaha dan mengakui kesalahan mereka dalam kasus ini.
"Kami komplain karena ini tindakan zalim. Banyak pengusaha yang dirugikan, ada sekitar 2.200 izin yang dicabut," keluhnya.
Menurut Deolipa, pencabutan IUP tidak seharusnya dilakukan hanya berdasarkan prasangka pemerintah bahwa izin tersebut akan diperjualbelikan.
"Jika izin diberikan, pengusaha pasti bekerja. Pemerintah beralasan izin dijual lagi, tapi buktinya pengusaha mau bekerja dan sudah menghabiskan banyak biaya," tutup Deolipa.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H