Apakah kita merindukan kedamaian seperti suara ranting yang putus asa dihempas-hempas angin? Yang kemudian sebentar melayang-layang, dan tiba-tiba saja hilang.
Lalu kita teringat pada nasihat Mahatma Gandhi, "Bumi cukup untuk memenuhi kebutuhan setiap orang, tetapi bumi tidak cukup untuk memenuhi ketamakan setiap orang."
Lalu kita mengerti, saat rasa puas adalah seperti menemukan ujung dunia, maka segala di genggaman tangan yang nampak gemerlap itu menjadi nampak suram. Karena selalu ada sesuatu yang lebih terang, dan itu selalu saja dimiliki oleh orang lain.
***
Di tanah kita yang tak pernah mendengar suara mengerikan bom-bom berjatuhan dari udara, kita hanya bisa menyumbang sedikit keprihatinan. Disini, saat hari raya kita menyisakan makanan, disana saudara kita mungkin sedang mengais-ngais makanan yang tersisa.
Kekacauan yang menyedihkan, mengingatkan saya pada adegan pembuka film Capernaum. Dimana seorang anak kurus dua belas tahun tiba-tiba saja sudah ada di ruang persidangan. Dia mengatakan sesuatu yang membuat kita terkesiap, atau frasa apapun yang lebih dramatis dari sekedar terkejut.
"Saya mau menuntut orang tua saya," kata anak kecil itu pada hakim. Dia telah mengumpulkan segenap keberanian itu, meskipun mungkin dalam hati ia menanggung luka, "Karena saya dilahirkan."
Film itu memuat sebuah fragmen nyata, dari betapa keberuntungan kita di negeri ini sungguh sangat berlebih. Sebab jauh disana, kemiskinan, frustasi, dan ketakutan adalah sebuah komplikasi.
***
Kita semua tahu akar dibalik semua masalah itu adalah ketertindasan. Bahwa tanah-tanah yang kian sempit itu juga melahirkan kehidupan yang sengsara. Yang terus menerus dirundung pada akhirnya juga akan mencapai batasnya. Meskipun mereka hanya bisa menemukan kerikil dan ketapel. Tapi dibalik suara yang putus asa itu, mereka mungkin hanya ingin didengar.