Hidup jadi kelam saat orang mulai membanding-bandingkan keberuntungan dalam nasibnya. Pun kita bisa temukan kesenjangan senyuman, bahkan dalam lagu Britney Spears.
She's so lucky, she's a star.
But she cry, cry, cries in her lonely heart, thinking.
If there's nothing missing in my life.
Then why do these tears come at night?
Orang yang kelihatan beruntung, tentunya dengan wajar hanya akan memperlihatkan keberuntungan yang dimilikinya. Padahal dia punya sejuta masalah. Sehingga takdirnya jadi kelihatan utopis.
Jika kita hanya melihat bumi saat siang hari, kita lupa bahwa di belahan benua nun jauh di sana sedang gelap mencekam. Dan itulah dualisme kehidupan. Dimana kita tak seharusnya berpikir untuk memimpikan memiliki hidup orang lain. Meski yang kelihatannya paling menyenangkan sekalipun.
Juga tak seharusnya terucap kalimat "mengapa terjebak dalam situasi yang tidak menyenangkan". Karena kita memiliki keberuntungan tersendiri, yang kadang dilupakan.
Tapi tulisan ini tak menarik kalau terdengar seperti khotbah. Bahkan nasihat, karena urusi saja hidup masing-masing.
Dan bila kita memaknai Yin dan Yang secara etimologis, beberapa dari kita mungkin akan mendapati sebuah definisi yang menabrak logika. Yin dan Yang adalah konsep dualisme. Seharusnya keseimbangan ada dalam hitam dan putih. Panas dan dingin. Begitupun juga manusia, lelaki tak bisa sepenuhnya hidup sendirian tanpa perempuan.
Tapi adakah Yin dan Yang merupakan sebuah garis absolut? Bila kita menemukan dualisme dalam satu hal, apakah kita masih yakin jika sekat perpisahan antara garis batas itu masihlah terang? Jika kita mendapati sesuatu berbahaya sekaligus berguna?
Padahal apakah sesuatu yang luput dari dualisme di dalamnya? Senjata api mungkin benda mengerikan, tapi tidak selamanya. Sebab ia juga sekaligus melindungi.
Ataukah kita sedang mengalami pasang surut sebuah euforia? Dimana kita telanjur memahami kebenaran dengan terburu-buru.
Entahlah...