Mohon tunggu...
Muhammad Khoirul Wafa
Muhammad Khoirul Wafa Mohon Tunggu... Penulis - Santri, Penulis lepas

Santri dari Ma'had Aly Lirboyo lulus 2020 M. Berusaha menulis untuk mengubah diri menjadi lebih baik. Instagram @Rogerwafaa Twitter @rogerwafaa

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Cerita Nenek Moyang tentang Banyak Anak Banyak Rezeki

28 November 2020   05:42 Diperbarui: 28 November 2020   05:47 303
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kenyataannya, hari ini semua jauh berbeda. Gaya hidup telah membuat kebutuhan sehari-hari membengkak, meskipun hanya punya satu dua anak. Sementara zaman dulu, meskipun punya banyak keturunan, kebutuhan keluarga tidaklah banyak. Lebih tepatnya, standar hidup tidak muluk-muluk.

Hari ini, di negara yang kian sejahtera, masyarakat hadir dengan gaya hidup yang kian menuntut. Sekarang mungkin banyak anak yang menolak makan jika hanya diberi hidangan nasi putih dan sayur-sayuran. Harus lauk pauk yang sering muncul di televisi.

Dulu anak-anak cukup bahagia dengan bermain petak umpet, sekarang apakah mereka akan diam saja bila tak dibelikan gawai berharga jutaan rupiah oleh orang tuanya?

Dulu tak semua anak sekolah, sekarang orang tua mana yang tidak malu bila anaknya tak memperoleh pendidikan dini? Sejak masih balita, mereka sudah diajarkan membaca di PAUD. Lalu saat sudah besar, gengsi kadang meminta agar putra-putri belajar di tempat unggulan yang mahal.

Dulu mungkin orang sudah cukup senang bisa beli baju baru meskipun hanya sekali setahun saat menjelang lebaran. Sekarang, mungkin para orang tua sudah biasa mengajak anak mereka pergi ke butik dan distro sebulan hingga dua kali.

Lalu zaman sudah berubah. Budaya dan adat juga telah berganti. Banyak anak banyak rezeki sebenarnya bisa saja tak akan pernah kehilangan maknanya.

Kenyataan mungkin akan mengalahkan logika saat ada keluarga yang mencoba mendobrak kebiasaan, dengan masih memiliki sebuah keluarga besar di zaman modern ini. Bagaimana bila ternyata, semuanya bisa sekolah, semuanya dapat makan tiga kali sehari, dan semuanya tetap mendapatkan pakaian juga tempat tinggal yang layak.

Hanya saja mungkin banyak orang yang terlalu menuntut, hingga sebanyak apapun harta benda yang dimiliki akan terasa kurang. Rumah yang luas bertingkat pun jadi terasa sempit.

Karena tentunya makna rezeki bukan melulu tentang masalah materi. Kita bisa menemukan arti tersebut dalam banyak hal. Yang mungkin akan membuat kita tercengang, sebenarnya dalam penampilan yang sederhana ini, kita ternyata sangatlah kaya raya.

Rezeki itu kiranya subjektif. Dalam masalah harta benda mungkin ada yang memiliki nilai plus, sementara yang lain punya kelebihan dalam usia, lalu ada orang yang kaya raya dalam hal banyaknya amal baik, ada pula yang rezekinya berlimpah dalam ilmu pengetahuan luas yang dimilikinya, dan ada manusia yang beruntung perihal kesehatan.

Bukankah kita semua adalah orang-orang kaya? Sayangnya kadang kita telah mempersempit makna rezeki itu sendiri, dengan mengira kalau itu adalah uang, uang, dan uang...

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun