Dulu salah satu aplikasi wajib yang saya miliki adalah google berita. Aplikasinya praktis, bisa memuat beragam berita dari portal-portal unggulan penyedia informasi, macam kompas atau tribun. Pun bisa disesuaikan dengan minat, seperti berita teknologi atau kesehatan.
Mungkin menarik saat bisa baca-baca tulisan informatif tentang sains atau perkembangan dinamika dunia digital. Atau tahu masalah dan tips kesehatan yang kadang baru kita ketahui. "Lima fakta tentang es cendol, nomor enam bisa bikin kamu terkejut". Yah, begitulah khas judul-judul klik bait yang selalu bikin penasaran.
Tapi lama-lama jadi tertarik membaca berita yang menjadi tajuk utama. Yang lagi hangat-hangatnya diomongin orang-orang. Istilah kerennya baca headline. Rasanya jadi tidak ketinggalan informasi dan tahu perkembangan Indonesia sampai masalah subtil yang sebenarnya gak penting-penting amat.
Lama-lama berita menjadi candu. Halaman pertama koran yang selalu menarik, dan kejadian yang tak habis-habisnya. Ramai minggu ini orang membicarakan tema A, tapi dengan cepatnya minggu depannya sudah ganti tema B. Lalu tema C, tema D, dan seterusnya.
Akhirnya saya mulai berpikir isu-isu yang hangat-hangat tahi ayam ini kalau diikuti tak ada ujungnya. Tahu atau tidak tahu perkembangan situasi pun juga tidak ada bedanya. Saya jadi pernah berkesimpulan kalau baca berita itu percuma. Sia-sia. Buang-buang waktu.
Dulu ketika bertahun-tahun jadi santri dengan akses informasi terbatas pun rasanya juga tak masalah bila ketinggalan "gosip jalanan". Tak mengapa meskipun pagi tanpa koran.Â
Masih bisa tidur nyenyak tanpa baca berita. Dari ratusan kolom tulisan berita itu, entah mana yang masih membekas. Mana yang ada manfaatnya untuk kehidupan.
Setidaknya lebih baik membaca artikel tentang bagaimana meramu kopi susu agar rasanya lebih enak. Tulisan seperti itu malah lebih berguna dan berharga bagi saya daripada baca berita Omnibus Law.
Sebelum akhirnya memutuskan menghapus aplikasi Google Berita, dengan kompetensi yang rendah, dan latar belakang yang sama sekali bukan latar belakangnya, telah membuat saya kadang-kadang jadi tergiur untuk berkomentar tentang apa yang diberitakan media.Â
Apapun yang lagi hangat itu, rasanya ingin mengomentari. Atau setidaknya memihak yang pro atau kontra. Padahal sebenarnya tidak tahu apa-apa.
Ada masalah pembangunan Jurassic Park Komodo, kemudian baca berita, lalu tak sengaja lihat debat kubu yang membela dan menolak. Karena sedikit-sedikit tadi sudah baca koran online, seolah-olah jadi pahlawan kesiangan dengan muncul sok bijak membela satu pihak. Menyertakan referensi dari secuil apa yang tertulis di portal berita.