Tugas surat kabar bukan semata cari uang. Tapi adalah mengedukasi dan menyampaikan kebenaran. Apapun risikonya.
Lagi pula ini juga terkait tanggung jawab nyawa. Kasihan jika tentara Amerika di Vietnam tetap dipaksa untuk berperang meskipun sudah tahu akan kalah. Hanya agar negara mereka tidak malu. The Washington Post, sedang berusaha "menghentikan perang" dengan caranya sendiri.
"Pers adalah untuk melayani yang diperintah  (masyarakat). Bukan melayani pemerintah." Kalimat itu berkesan sekali untuk saya.
Kalimat ini juga bagus,
"You know what my husband said about the news? He called it the first rough draft of history." - Kay Graham.
"Kau tahu apa yang suamiku bilang tentang berita? Konsep mentah pertama dalam sejarah."
Saya ingat kasus skandal 1MDB. Juga tentang bagaimana wartawan membuka mata masyarakat akan keadaan sesungguhnya.
Sayangnya gak semua media seberani New York Times, dan The Washington Post dalam kasus rahasia perang Vietnam. Atau Serawak Report dalam kasus 1MDB.
Ada media yang takut berbicara jujur. Ada juga yang memiliki pandangan subjektif. Kalau di Indonesia, dulu ada majalah Tempo. Yang berani bersuara lantang. Meskipun juga berarti melawan Soeharto. Kita tahu, akhirnya majalah Tempo pernah dicekal pemerintah.
Saya gak tahu apa kabar jurnalistik Indonesia hari ini. Saya bukan orang jurnalistik. Saya gak berhak memberikan penilaian apapun.
Di dunia ini, banyak kok wartawan yang objektif. Banyak yang profesional. Jadi, kembali kepada diri masing-masing. Kita sebagai pembaca hanya bisa berharap apa yang terbaik untuk mereka.