Dawuh tersebut demikian umum hingga seolah orang bisa menafsirkan ke banyak arah tanpa tendensi kuat. Padahal menafsirkan Alquran saja harus ada tambahan dalil ijma'nya kalau seingat saya dari keterangan KH. Azizi Hasbullah. Sebab makna Alquran sangat umum dan luas. Dan tentu saja itu diluar otoritas saya sebagai pembaca untuk menafsirkan sesuatu sembarangan.
Saya lebih ikut tafsiran dari Syaikh Abul Hasan as-Syadzili. Nderek penjelasan Syaikh Abul Hasan as-Syadzili, dawuh man 'arafa nafsah sepaham saya adalah agar seorang hamba menyadari maqom ubudiyah.
Itu juga esensi yang saya tangkap dalam beberapa kajian Kimiyai Sa'adah yang diasuh KH. Muhammad Ma'mun. Maksudnya "mengenal" tuhan dengan hati, adalah menyadari sifat 'izzah Allah SWT dengan lebih dulu memahami sifat lemah seorang hamba yang ada dalam hatinya sendiri.
Maaf kalau kesimpulan saya salah.
***
Memang banyak hipotesis psikologi bahwa fitrah manusia lebih mendekati ke perilaku negatif. Tapi itu bagi saya terdengar terlalu berlebihan. Terlalu berburuk sangka.
Ini menurut saya, sebenarnya akhlak, karakter, watak, atau sikap, adalah representasi atau sekedar bias lurus dan imbal balik nyata dari kondisi jiwa seseorang yang sebenarnya.
Kadang ada yang mengejar memperbaiki karakter, tapi luput memperbaiki sumber karakter itu sendiri. Padahal jika langsung disasar ke sumbernya, karakter akan otomatis berubah tanpa harus dirubah. Itulah pentingnya mengenal diri sendiri. Akhlak itu natijah dari sikap dalam hati. Bagaimana menurut anda?
***
Bagaimana kondisi lingkungan mempengaruhi perilaku?
Katanya ada jurnal lama, yang membahas tentang kognisi sosial, berjudul How Beautiful is the Goal and How Violent is the Fistfight? Spatial Bias in the Interpretation of Human Behavior.