Mohon tunggu...
Muhammad Khoirul Wafa
Muhammad Khoirul Wafa Mohon Tunggu... Penulis - Santri, Penulis lepas

Santri dari Ma'had Aly Lirboyo lulus 2020 M. Berusaha menulis untuk mengubah diri menjadi lebih baik. Instagram @Rogerwafaa Twitter @rogerwafaa

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Catatan tentang Meditasi Menuju Hening di Tengah Banjir Informasi

24 April 2020   05:29 Diperbarui: 24 April 2020   14:13 200
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

***

Jadi, bisakah kita menghitung berapa banyak hal yang kita pikirkan hari ini? Kalau boleh jujur, apa yang terlintas tentunya jauh lebih banyak dari apa yang berhasil kita tangkap. Sebab kadang orang bisa merasakan sesuatu tapi gak mampu mengucapkan dan memahami. Ketika ditanya kenapa, malah bingung sendiri.

Bahkan saya kira ada orang yang gak bisa menulis semua yang dipikirkannya. Pikirannya akan berjalan jauh lebih cepat, dari mulut atau tangannya.

Ada yang namanya meditasi. Berdiam diri untuk mendengar dan menenangkan pikiran. Mencoba melihat dan mengamati sebenarnya betapa sibuk pikiran seseorang itu. Lalu menyadari ternyata ada jeda antar tiap pikiran. Dari satu hal ke hal selanjutnya.

Apalagi di masa tenang di rumah seperti sekarang ini. Dimana banyak orang benar-benar memiliki waktu untuk dirinya sendiri. Raga diam, tapi pikiran melayang-layang.

Kadang pikiran berulang. Sampai berapa kali sehari. Kian lama bahkan menghasilkan sebuah kekhawatiran. Atau yang awalnya tenang-tenang saja, mendadak jadi cemas. Karena terus menerus dibombardir oleh "bisikan-bisikan" hati yang kita hiraukan. Yang fatal adalah jelmaan suara ribut dalam hati itu mengubah seseorang menjadi depresi. Dan melahirkan sebuah aksi. Sebagai bentuk atas kegalauan pikirannya sendiri.

Padahal awalnya gak kenapa-kenapa.

Satu kesalahannya adalah, mau mendengarkan bisikan negatif. Tapi entahlah... Setiap orang berbeda. Lain ladang, lain ilalang. Berhenti untuk memukul rata bagaimana bersikap untuk semua orang.

Dari ribuan pikiran yang lalu lalang itu, memang tak sedikit yang harus dipendam. Dibiarkan saja lewat dan hilang. Karena jika ditanggapi juga gak begitu baik. Istilahnya, memberi waktu pada diri sendiri untuk menerima keadaan.

Disitu kadang orang butuh waktu sendiri. Benar-benar seorang diri. Tanpa pikiran yang bergemuruh dan tanpa bertemu orang lain. Sendiri tapi tidak kosong. Hanya sekedar membaca setiap pikiran kita seperti sedang membaca buku. Lalu menyaringnya satu persatu. Mana yang layak dan mana yang harus dibuang jauh.

Itu jika kadang-kadang merasa sedih tanpa alasan. Seperti gak bisa memahami apa yang diinginkan hati sendiri. Entahlah, mungkin kondisi seperti itu mirip gejala seseorang yang mengalami information overload. Terlalu banyak hal yang ada sehingga tak bisa diikuti. Jiwa telah tertinggal jauh dari pikiran. Pikiran jauh di depan sana, dan jiwa seakan sendirian. Ora biso nututi karepe ati.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun