Saat kita di Indonesia menulis menggunakan daun, orang China sudah bisa membuat kertas. Saya gak tahu kertas masuk Indonesia tahun berapa. Ini tentunya ada kaitan dengan sejarah kerajaan Nusantara kuno. Yang saling bertukar budaya dan tradisi dengan dinasti China yang berkuasa saat itu.
Istilahnya saat ini mungkin hubungan bilateral antar negara. Dalam hubungan internasional, kita orang Indonesia hari ini bertukar teknologi dengan mereka orang China atau Amerika. Kita kan tahu dulu baik Majapahit ataupun Sriwijaya juga melakukan perdagangan dan ekspor impor. Asimilasi budaya sangat mungkin terjadi.
Masuknya kertas inilah mungkin membawa pengaruh pada penulisan aksara selanjutnya. Menulis di kertas jauh lebih mudah daripada menulis di lontar. Apalagi batu.
Apalagi, seolah-olah gak ada ejaan baku. Ini makin menyulitkan untuk dilacak. Karena bisa saja beda daerah ya beda versi. Orang sini nulisnya begini, orang sana nulisnya begitu. Wong yang berhak mengeluarkan ejaan baku ya pemerintah. Tanpa ejaan baku, tidak mustahil bentuk aksara kian beragam.
Dalam salah satu keterangan, akibat perkembangan media tulis, akhirnya ditemukan perbedaan bentuk antara aksara Jawa dan Bali. Jika aksara Bali memiliki penambahan garis di akhir huruf, aksara Jawa mengalaminya di akhir dan awal
huruf. Menjadikan semua hurufnya dimulai ditulis di bawah dan berakhir di bawah pula.
Alat penulisan juga tentunya berubah. Aksara Bali yang diukir di lembaran lontar membutuhkan pisau khusus untuk mengukirnya. Sementara aksara Jawa yang ditulis di kertas, ditulis menggunakan pulpen. Akhirnya akan lebih mudah menulisnya. Menurut sebuah sumber yang saya baca demikian.
Sumber lagi mengatakan, jika kita melihat fakta saat menulis menggunakan pulpen di kertas bisa lebih cepat, huruf-huruf aksara Jawa cenderung condong ke arah kanan. Bandingkan layar-nya aksara Jawa () dengan surang-nya aksara Bali (), yang sama-sama berkembang dari repha-nya aksara Kawi. Wallahu a'lam.
Hasilnya, bentuk huruf-hurufnya semakin
melengkung dan banyak variasi dan hiasan yang ditambahkan penulis. Tapi saya sendiri belum pernah membuktikan perbedaan itu. Saya gak hafal aksara Bali.
Dan akhirnya jadilah aksara Jawa modern seperti yang kita kenal hari ini. Dengan bukti naskah tertuanya yang ada pada masa Sultan Agung Mataram. Tahun 1600an. Saya berkesimpulan kalau tahun itu ya sudah final. Gak berubah-berubah lagi bentuk aksaranya dengan perubahan signifikan.
Embuh ini saya cerita sampai mana. Lama-lama kok malah jadi tidak berkesimpulan. Saya gak sadar nulis sepanjang ini. Menumpahkan seluruh ego saya, sampai gak peduli lagi apakah akan ada yang baca tulisan ini atau tidak. Tapi setidaknya tulisan ini berguna untuk diri saya sendiri.
Sudah menemukan kesimpulan dari tulisan saya? Atau setidaknya menemukan pertanyaan yang bisa anda bawa sebagai bekal untuk membaca dan berburu bacaan selanjutnya? Tulisan yang bagus akan melahirkan pertanyaan dan kesimpulan. Yang membuat kita semakin penasaran.