Namun pada praktiknya disesuaikan dengan kondisi dan wilayah. Perbedaan logat dan budaya. Perbedaan kultur. Menciptakan sebuah asimilasi. Penyempurnaan dan perkembangan. Intinya adalah bagaimana agar semakin mudah dan semakin sesuai dengan kebutuhan. Kalau mengurut sejarah bahasa Indonesia mungkin lebih mudah karena jejak historinya tidak banyak versi dan distorsi.
Tapi mengurut aksara Brahmi menjadi aksara Jawa modern tidak gampang. Karena ada rentang waktu selama sekitar dua ribu lima ratus tahun tanpa adanya banyak bukti sejarah. Seperti misalnya prasasti. Kalau kita hanya mengandalkan dongeng dan mitos, rasanya kurang bijak dan kurang akurat.
Dongeng adalah kalimat turun temurun yang kadang bisa berubah dari satu lisan ke lisan lainnya, karena begitu terbatasnya ingatan manusia. Juga kita sadari banyak golongan berkepentingan yang memiliki maksud dan tujuan. Bukannya saya curiga, tapi sekedar waspada.
Perkembangan aksara kuno ada kaitannya dengan sarana dan media tulis. Ini logis. Dulu orang menulis menggunakan batu. Dipahat dan diabadikan dalam kayu mungkin. Saya gak bisa memastikan, sebab tidak ada kayu yang demikian kuat bertahan hingga hingga ribuan tahun. Yang kita temukan saat ini ya semacam bentuk prasasti. Wallahu a'lam.
Dulu menulis merupakan barang mewah. Bisa membaca dan menulis adalah suatu hal yang sangat hebat dan luar biasa. Hanyalah mereka yang benar-benar berpendidikan dan punya kasta tentunya yang bisa menulis.
Orang dulu mengenal daun lontar sebagai sarana tulis. Demikian kata sebuah sumber. Selain lontar, konon orang Sunda menulis dalam bilah bambu. Perubahan aksara karena perubahan media tulis mau tak mau harus terjadi lagi.
Aksara Kawi untuk bahasa Jawa (dan Bali) setelahnya dituliskan di lembaran lontar. Di lontar inilah perubahan bentuk aksara terjadi lagi: bentuk aksara Kawi semakin dilengkungkan dan sudut lancip, meski ada, dikurangi untuk mencegah robeknya lontar. Kata sebuah sumber lagi.
Ini hanya di Indonesia. Di nusantara. Di luar negeri sana juga tentunya aksara turunan Brahmi berkembang. Menjadi bahasa yang kita kenal sekarang. Sesuai dengan adat dan budaya tempat itu tentunya. Bagaimana prosesnya, saya kurang tahu. Wong ngurutne ini saja sudah panjang dan belum selesai kok...Â
Tapi sedikit informasi, aksara Thailand modern konon juga merupakan turunan dari aksara Brahmi. Yang konon urutannya adalah, pertama aksara Pallawa, kemudian aksara Khmer, dan akhirnya aksara Thai.
Kembali lagi ke media tulis. Media tulis mempengaruhi perubahan aksara. Pertama kita orang Jawa kuno mengenal lontar sebagai sarana tulis. Lama kelamaan orang mengenal kertas.
Bukti salah satu kertas tertua yang ditemukan sendiri setahu saya ada di China. Orang China hampir dua ribu tahun lalu sudah mengenal kertas sebagai media tulis. Luar biasa sekali mereka.