Tapi bagus jika simbol dan intisari ajaran Islam itu bisa berkolaborasi dengan baik tanpa cela. Tanpa ada salah paham. Tanpa ada kalau istilahnya kerennya, mafsadah. Kita bisa menggunakan simbol itu untuk syiar. Tapi jika tidak, harus ada yang dikorbankan tentunya.
Dan jangan sampai yang dikorbankan adalah ajarannya. Intisarinya. Tujuannya. Tidak perlu bilang pada semua orang, ini bunga asli. Mereka akan tahu dengan sendirinya. Tapi bunga imitasi, meskipun sudah dipromosikan keasliannya, tetap saja orang masih yakin jika itu palsu.
Sebenarnya ingin mencantumkan sedikit dalil juga, semacam kaidah fikih  yang berbunyi ...
Berikut penjelasannya. Tapi sungkan saja. Bukan ahlinya. Akhir-akhir ini saya sering berfikir kalau orang mungkin akan lebih enak membaca tulisan yang sederhana. Biarlah hal yang rumit-rumit dinikmati buat diri sendiri saja. Yang penting intinya sudah lega bisa saya tuliskan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H