Kita kan tahu, mana mungkin pesawat pengebom berat seperti itu berangkat dari kapal induk. Landasan pacu yang dibutuhkan tentu jauh lebih panjang daripada pesawat pemburu dan pengebom biasa lain semacam Dauntless atau Locked. Wong adiknya B-29, yaitu B-25 Mitchel saja seolah gak mungkin mau berangkat dari kapal induk. Walaupun nyatanya bisa. Perwira Jepang tak ada yang percaya enam belas B-25 berangkat dari sebuah kapal induk saat operasi Doolitle. Terjawab sudah alasan mengapa Nimitz yang lebih berjasa dan lebih dekat dengan homeland Jepang, tapi justru MacArthur yang tanda tangan pas penyerahan Jepang di USS. Missouri.
Memang hubungan antara angkatan darat dan angkatan laut agak kurang harmonis sejak dulu. Jepang juga demikian sebenarnya. Angkatan darat Jepang dalam beberapa hal juga tidak sepaham dengan angkatan laut. Terutama dalam isu pakta Tripatri.Â
Angkatan laut yang masih digabung dengan satuan angkatan udara dibawah Nimitz ingin lebih dahulu mencapai Tokyo, start dari pangkalan udara di kepulauan Midway. Sementara angkatan darat dibawah kendali MacArthur yang baru sukses memenangkan pertempuran Guadalcanal akan menuju Tokyo dari Irian Jaya terus melewati Filipina mencapai kepulauan Mariana. "Agar cepat", tidak seperti Nimitz yang menguasai pulau demi pulau yang dilalui dari jalur Midway, MacArthur lebih memilih untuk melompati beberapa pulau yang masih dibawah kendali Jepang.Â
Pulau-pulau tersebut dibiarkan tidak diserang, tapi hanya diisolasi agar terputus jalur logistik dan evakuasi baik dari darat laut maupun udara. Sebuah taktik cerdik untuk menghemat tenaga. Musuhpun akan dengan sendirinya mati kelaparan di pulau yang terisolasi. Tapi bagaimanapun juga, secara logika jarak yang musti dilalui MacArthur terlampau jauh dibandingkan yang harus dilalui Nimitz.Â
Semua harap-harap cemas tentang nantinya siapakah yang akan memimpin upacara penyerahan Jepang? Apakah MacArthur, ataukah Nimitz? "Persaingan" antara angkatan darat dan angkatan laut ini mau tidak mau harus membuat pimpinan tertinggi, presiden Roosevelt sendiri yang akhirnya turun tangan. Beliau mempertemukan jenderal dan laksamananya ini satu meja di Hawai. Seharusnya tidak perlu ada "persaingan". Baik angkatan darat maupun angkatan laut harus lebih harmonis dan solid mencapai tujuan akhir. Bukan sekedar menuruti ambisi dan mencatatkan nama dalam sejarah.Â
Menimbang sisi moril dan beberapa hal penting lain, maka akhirnya jenderal MacArthur yang akhirnya direstui. Memang saat itu nama MacArthur lebih dikenal. Apalagi dikalangan rakyat Filipina. Yang selalu menunggu dan setia kepada sekutu. Tidak seperti Indonesia yang termakan propaganda Jepang, Filipina tidak. Rakyat Filipina bahkan konon 95 persen benci kepada Jepang. Semboyan terkenalnya masih kita ingat saat ia "terusir" dari Filipina, "i shall return." Jadi ingat kata-kata Arnold Schwarzenegger Si Terminator yang begitu terkenal itu, "i Will be back!".
Peran media juga disorot. Sedikit banyak, pemberitaan media tentang kemajuan perang sangat mempengaruhi moril rakyat, baik Jepang maupun Amerika. Akan tetapi, media Jepang dan Amerika berbanding seratus delapan puluh derajat. Militer Amerika sangat terbuka kepada media. Wartawan diijinkan naik ke kapal perang. Diijinkan melihat langsung pertempuran. Bahkan turun langsung di lapangan. Hal yang sangat berisiko. Karena Jepang tidak akan pandang bulu, wartawan yang turun ke medan perang secara langsung ibarat sedang mempertaruhkan nyawa. Sebab kapanpun, dia bisa terkena tembakan atau pecahan mortir dari tentara Jepang.Â
Semua ulasan dan pemberitaan diijinkan, selama tidak merugikan militer. Dalam arti, tidak menyinggung strategi militer yang bersifat rahasia. Wartawan boleh mengkritik siapa saja, bahkan jenderal berbintang sekalipun. Sedangkan kemajuan perang yang sesungguhnya tidak begitu diketahui oleh rakyat Jepang, dan daerah yang menjadi jajahannya. Berita kemenangan dibesar-besarkan, dan berita kekalahan ditutup-tutupi. Bahkan kabar kekalahan sering diberitakan sebagai sebuah kemenangan.Â
Terbukti, berita kekalahan di Midway saja hanya diketahui segelintir orang. Bahkan, veteran Midway yang terluka sampai diasingkan, agar berita kekalahannya tidak menyebar. Keadaan sesungguhnya dari jalannya perang hanya diketahui oleh orang-orang penting, termasuk kaisar. Orang dekat kaisar sendiri bahkan sering tidak tahu.Â
Maka itu, upacara penyerahan Jepang kepada sekutu saja, yang termasuk berita sangat penting tidak sampai banyak diketahui oleh rakyat Indonesia. Hanya segelintir pemuda yang tahu lewat siaran radio. Tentu, strategi pemberitaan semacam ini dalam hal moril tidak menguntungkan Jepang. Sebab akhirnya rakyat Jepang jadi merasa diatas angin, dan bersantai-santai, sementara rakyat Amerika bersemangat kerja siang malam agar hasil industrinya semakin besar. Lihat kesaksian seorang tawanan perang yang dipaksa bekerja di sebuah galangan kapal Jepang.Â
Dia melihat sendiri, bagaimana penduduk Jepang bermalas-malasan karena merasa sudah menang berperang melawan sekutu. Informasi tidak disampaikan dengan benar. Orang Jepang tidak benar-benar tahu seperti apa Amerika. Mereka hanya terbuai sejarah, dulu pernah menang saat perang dengan Tsar Rusia yang wilayahnya saja lebih besar dari Amerika. Kekuatan Tsar Rusia waktu itu juga berlipat ganda dari Jepang.Â