Aplikasi sejenis ini banyak di Playstore. Dan cukup ampuh menangkal hoax. Walaupun tidak sepenuhnya bisa diandalkan. Setidaknya mencoba meminimalisir.
Mencari berita dan sumber bacaan dari situs dan penulis, juga penerbit yang kredibel itu penting. Wong yang kredibel saja bisa salah, apalagi yang tidak.
Saya masih sering melihat, banyak situs dan media milik Wahabi seperti almanhaj, rumaysho, jaringan Rodja, dsb. Mau diakui atau tidak, dakwah mereka militan di dunia maya. Semangat mereka luar biasa. Bahasanya juga sederhana. Mudah dipahami masyarakat. Mengangkat tema yang hangat. Pembahasannya ringan dan banyak yang dibutuhkan. Salut. Tidakkah kita, sebagai orang NU merasa kecolongan?Â
Padahal sebenarnya SDM NU untuk bersaing dengan mereka secara fair lebih banyak. Tidak perlu diladeni kalau ada amarah. Tulisan diimbangi dengan tulisan. Ceramah diimbangi dengan ceramah. Pakai cara yang dewasa. Saya gak ada masalah sama mereka. Selama isinya bisa dipertanggungjawabkan.Â
Saya juga kadang sering, kalau memang cari bacaan di situs NU gak ada, terpaksa juga buka di situs Wahabi. Cuma agak khawatir, agak resah kalau yang tidak tahu akhirnya menaruh simpati, dan jadi langganan situs mereka. Di platform youtube banyak kajian Adi Hidayat, Khalid Basalamah, dsb. Mereka ini yang laku, ya salah satunya karena bahasa mereka memang mudah dicerna. Penyampaiannya ringan. Dan masyarakat sering tidak peduli dengan siapa penceramahnya. Yang penting isinya bagus dan menarik. Sekarang aktivis pemuda NU sudah mulai semangat. Sudah banyak yang menyadari pentingnya merangkul masa lewat internet.
Sudah cukup. Kembali lagi ke tema. Sekarang ini sedang menggejala adanya framing media. Dalam beragam tulisan, ada campur aduk antara kenyataan objektif dengan asumsi atau sekedar persepsi subjektif. Hati-hati saat membaca, karena bisa tertipu mentah-mentah.
Ingatkah berita tentang gadis Surabaya itu? Audrey Yu atau siapalah namanya. Yang konon mau menemui presiden Jokowi di KTT G-20. Masih kecil sudah kuliah di luar negeri. Tapi di Indonesia tak diperhatikan. Beritanya viral. Dan kita tertipu mentah-mentah oleh media online. Karena itu ternyata Hoax.Â
Sejak awal saya sudah curiga, meskipun beritanya di share gila-gilaan. Banyak media online besar membuat artikel berseri. Tapi isi beritanya seolah tidak masuk akal buat saya pribadi. Jadi saya gak berani bilang apapun. Baru ada klarifikasi setelah diruntut asal usulnya. Saya berterima kasih sama aktifis seperti mas Ismail Fahmi. Yang serius dalam menangani dunia digital. Ternyata sumbernya cuma dari tweet.
Iya saya tahu, wartawan juga cari uang. Wartawan media online itu kerjanya benar-benar militan. Salut. Informasi sekecil apapun mereka kuasai. Ada beritanya. Sampai kisah yang super tidak penting tentang Nia Ramadhani yang konon katanya tak bisa mengupas salak. Dan anehnya malah laku. Kalian butuh uang, tapi mohon jangan berlebihan, lantas sembunyi dibalik UUD kebebasan press.Â
Mohon jangan menganut doktrin bad news is good news. Ingat kasus pernyataan anggota KPAI? Seharusnya pas dialog tentang kolam renang itu dipotong. Tidak usah diberitakan. Prinsip jurnalistik profesional seharusnya mengedepankan edukasi. Bukan memancing kontroversi. Malah berita kolam renang itu yang dibesar-besarkan.Â
Sejujurnya saya belum pernah lihat videonya. Ingat untuk sayangi kuota. Cuma baca di timeline. Kok semua orang mbahas ini ada apa? Setelah cari tahu akhirnya sadar, oh ini gara-gara media online gak bisa menyaring berita yang harus diberitakan dan yang harus disimpan. Mana yang bermutu, dan mana yang cuma sekedar memancing opini dan ujaran kebencian.