Mohon tunggu...
Kamil Mohammed
Kamil Mohammed Mohon Tunggu... Foto/Videografer - Seorang Conten Creator dalam dunia Dakwah bil Hikmah

Menambah catatat kanan

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Ijtihad, Madzhab, Taqlid dan Talfiq

24 April 2019   00:33 Diperbarui: 30 Juni 2021   05:17 14995
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ijtihad, Madzhab, Taqlid dan Talfiq | freepik

Selanjutnya perbedaan yang muncul dari ijtihad para mujtahidin adalah merupakan suatu rahmat dan bukan sebagai sebab munculnya pertentangan dan perpecahan umat Islam.

KH Saifuddin Zuhri menjelaskan bahwa hadits di atas menggunakan kata 'Hakim', yang artinya orang yang mengerti hukum, dan bukan menggunakan kata 'Rajul' yang artinya orang secara umum. Ini artinya adalah bahwa yang berhak melakukan ijtihad adalah orang yang mengerti hukum.[3]

Amat disayangkan apabila ada seseorang memahami Al Qur'an dan hadits dari terjemahan -karena tidak menguasai bahasa Arab dan ilmu pendukung lainnya dengan baik- kemudian mengklaim mampu melakukan ijtihad. Padahal sebenarnya dia  hanya melakukan taqlid buta terhadap penerjemah buku-buku yang dipedomaninya itu lantaran dia sendiri tidak mampu mengkritisi dan menilai benar-salahnya hasil terjemahan tersebut.

Pengertian ijtihad yang kami maksud di sini tidak lain adalah proses penggalian hukum syariat dari dalil-dalilnya yang rinci dalam Al Qur'an, hadits, Ijma', Qiyas dan dalil lainnya.  Imam As Suyuthi menyatakan, "Ijtihad adalah mengerahkan kemampuan untuk menghasilkan hukum.[4]

Oleh karena itu tidak semua orang mampu melakukan ijtihad, karena harus memenuhi persyaratan-persyaratan sebagai berikut:

  1. Mempunyai kemampuan menggali hukum dari Al Qur'an, yaitu memahami ayat-ayat terkait hukum, diantaranya mengetahui sebab turunnya ayat (Asbabun Nuzul), Nasikh-Mansukh, Am-Khash, Mujmal-Mubayyan, Muhkan-Mutasyabih dan lain sebagainya.
  2. Mengetahui secara mendalam hadits-hadits, terutama yang berkaitan dengan hukum, latar belakang munculnya hadits (Sababul Wurud) dan pengetahuan tentang para perawi (Ilmu Rijal)
  3. Mengetahui mana hukum yang telah menjadi Ijma' dan mana yang diperselisihkan oleh para ulama
  4. Menguasai Qiyas dan mampu menerapkannya secara benar dalam menelurkan hukum
  5. Menguasai bahasa Arab dan kaidah-kaidahnya secara detail, seperti Nahwu, Sharaf, Balaghah dan lain sebagainya, disamping kaiah-kaidah Ushul Fiqh
  6. Memahami tujuan dasar syari'at Islam secara hakiki
  7. Menguasai metodologi yang representative dalam menggali hukum
  8. Memiliki ketulusan hati dan akidah yang lurus dengan tidak berambisi mencari popularitas, kedudukan maupun materi dunia. Niatnya semata-mata demi Allah SWT dan mencari solusi hukum bagi kemaslahatan umat manusia.
  9. Melihat persyaratan-persyaratan di atas tentu sulit menemukan orang yang memenuhi seluruhnya. Masing-masing orang tentu memiliki kelebihan dan kekurangan. Ada yang hanya memenuhi sebagian, dan ada yang memenuhi lebih lengkap. Oleh karena itu para mujtahid terbagi dalam beberapa tingkatan sebagai berikut:

Mujtahid Mutlaq atau Mustaqil (Mandiri) yaitu ulama yang melakukan ijtihad dan merumuskan sendiri kaidah-kaidah penggalian hukumnya. Termasuk dalam tingkatan ini adalah  keempat Imam Madzhab, yaitu Abu Hanifah (80-150 H), Malik bin Anas (93-179 H), Imam Syafi'i (150-2104 H) dan Ahmad bin Hambal (164-241 H).

Mujtahid Muntasib (bernisbat pada Mujtahid Mutlaq), yaitu ulama yang mengikuti metode imam panutannya dalam menggali hukum berbagai bidang. Misalnya adalah Al Muzaniy dan Al Buwaithiy di lingkungan madzhab Syafi'i dan Muhammad bin Al Hasan dan Abu Yusuf di lingkungan madzhab Hanafi. Mereka juga disebut sebagai Mujtahid Mutlaq (Tidak Mandiri).

Mujtahid Muqayyad (Terbatas), yaitu para ulama yang menggali hukum pada kasus-kasus yang belum diuraikan oleh imam panutannya. Misalnya adalah Al Karkhiy, As Sarkhasiy, Al Bazdawiy, Abu Ishaq Asy Syiraziy dan lain sebagainya.

Mujtahid Madzhab atau Fatwa, yaitu ulama yang menerapkan metode penggalian hukum imam panutannya dan hanya memilah-milah mana yang Shahih dan mana yang Dha'if dari pendapat imam panutannya itu. Misalnya adalah Al Ghazali dan Al Juwainiy di lingkungan madzhab Syafi'i.

Mujtahid Murajjih, yaitu ulama yang memilah-milah pendapat-pendapat suatu madzhab dengan mengambil mana yang paling unggul dan sesuai dengan tuntutan kemashlahatan umat. Misalnya adalah Ar Rafi'i dan An Nawawi di lingkungan madzhab Syafi'i.[5]

Permasalahan lain adalah bahwa ada sementara orang yang berpendapat bahwa saat ini pintu ijtihad telah tertutup. Menanggapi pendapat itu kita perlu merujuk kembali bahwa ijtihad adalah proses penggalian hukum dari Al Qur'an, Hadits dan dalil lainnya. Karena itu tentu pintu ijtihad masih terus terbuka. Apalagi perkembangan jaman demikian pesat, sehingga para mujtahid membutuhkan ilmu-ilmu pendamping lainnya dalam memecahkan problematika kontemporer, hingga kita yakin bahwa pada setiap jaman terdapat seorang mujtahid yang mampu berijtihad memecahkan problematika hukum umat. Suatu jaman tidak pernah kosong dari adanya mujtahid, kecuali jika Kiamat telah tiba.[6]

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun