Tahun 2024 menjadi tahun politik, para capres berlomba-lomba unjuk diri pada publik guna aju kebolehannya masing-masing. Tak heran jika perdebatan demi perdebatan kini terjadi antara sesama pendukung paslon. Para pendukung bahkan saling menjatuhkan satu sama lain dah hal tersebut sudah lumrah terjadi.
Calon presiden dan wakil presiden juga sibuk membangun citra baik di mata masyarakat dengan berkampanye di platform media sosial seperti X, Tiktok, Instagram dan YouTube. Terlepas dari kegiatan para pendukung capres yang ramai dimana mana saat ini, tentunya pada zaman dahulu kegiatan kampanye dilakukan dengan cara yang lebih tradisional. Yuk lihat, beginilah kegiatan kampanye zaman dulu dan lihat perbedaanya dengan zaman sekarang.
Teknik kampanye capres zaman dulu, ternyata masih dilakukan hingga sekarang.
Teknik Kampanye Capres Zaman Dulu, Ternyata Masih Dilakukan Hingga Sekarang
Jika bicara seputar zaman dulu, tentunya kita tahu bahwa pada masa tersebut masih menggunakan cara-cara tradisional dalam hal apapun, termasuk kampanye calon presiden. Walaupun tak menutup kemungkinan untuk menggunakan internet, namun pastinya saat itu masih kurang efektif digunakan karena masyarakat belum sepenuhnya beradaptasi dengan teknologi.
Sebelum kampanye presiden ramai seperti saat ini, ternyata pada masa jabatan Presiden Soeharto sempat menentang adanya kampanye calon ketua dan wakil presiden. Menurut Soeharto, presiden adalah mandataris Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang seharusnya melaksanakan program-program yang diputuskan oleh Majelis. Jika para kandidat berkampanye terlebih dulu memaparkan program-programnya, menurut dia hal itu berarti mendahului MPR karena dia melaksanakan programnya sendiri, tidak melaksanakan keputusan MPR. (Kompas.com, 2023)
Pada masa reformasi, kampanye capres pertama kali dilakukan dalam Pemilu 1999. Pemilu ini merupakan pemilu pertama setelah jatuhnya rezim otoriter Orde Baru yang dipimpin Soeharto. Pemilu 1999 menjadi tonggak sejarah dalam proses demokratisasi Indonesia setelah lebih dari tiga dekade di bawah pemerintahan otoriter.
Pada pemilu saat itu, terdapat beberapa pasangan calon presiden dan wakil presiden yang melakukan kampanye untuk memperoleh dukungan dari pemilih. Salah satu pasangan calon yang ikut dalam pemilu ini adalah Abdurrahman Wahid dan Megawati Soekarnoputri. Pasangan ini kemudian memenangkan pemilu dan Abdurrahman Wahid terpilih sebagai presiden. Sejak saat itu, kampanye capres menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari proses demokrasi di Indonesia.
Teknik-teknik kampanye yang dilakukan zaman dulu ternyata masih ada yang digunakan hingga saat ini. Tak jauh berbeda dengan 2024, kampanye capres zaman dulu meliputi beberapa cara seperti, pertemuan-pertemuan, pawai, karnaval, pemasangan alat peraga (baliho, spanduk, umbul-umbul), pertunjukkan hiburan, iklan di media, kegiatan sosial, dan buzzer.
 Walaupun metode kampanyenya terlihat sama, namun pastinya saat itu cara yang digunakan lebih tradisional dibandingkan dengan zaman sekarang, seperti pemanfaatan media cetak dan pertemuan secara tatap muka.
Penggunaan Media Sosial Telah Memperluas Jangkauan Kampanye
Pada kampanye 2024 ini, kehadiran media sosial membuka peluang kampanye menjadi lebih transparan dan mudah diketahui serta diakses oleh masyarakat secara luas. Para capres dan cawapres di Indonesia menargetkan sejumlah platform media sosial untuk kampanye mereka. Beberapa platform yang menjadi fokus utama kampanye melalui media sosial antara lain: