Mohon tunggu...
Kamila Futri H
Kamila Futri H Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Sekolah Vokasi IPB University

Saya mahasiswa program studi Komunikasi Digital dan Media angkatan 59 di Sekolah Vokasi IPB University

Selanjutnya

Tutup

Politik

Keterlibatan Media Sosial dalam Kampanye 2024

16 Februari 2024   20:13 Diperbarui: 16 Februari 2024   20:24 149
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Tahun 2024 menjadi tahun politik, para capres berlomba-lomba unjuk diri pada publik guna aju kebolehannya masing-masing. Tak heran jika perdebatan demi perdebatan kini terjadi antara sesama pendukung paslon. Para pendukung bahkan saling menjatuhkan satu sama lain dah hal tersebut sudah lumrah terjadi.

Calon presiden dan wakil presiden juga sibuk membangun citra baik di mata masyarakat dengan berkampanye di platform media sosial seperti X, Tiktok, Instagram dan YouTube. Terlepas dari kegiatan para pendukung capres yang ramai dimana mana saat ini, tentunya pada zaman dahulu kegiatan kampanye dilakukan dengan cara yang lebih tradisional. Yuk lihat, beginilah kegiatan kampanye zaman dulu dan lihat perbedaanya dengan zaman sekarang.
Teknik kampanye capres zaman dulu, ternyata masih dilakukan hingga sekarang.

Teknik Kampanye Capres Zaman Dulu, Ternyata Masih Dilakukan Hingga Sekarang

Jika bicara seputar zaman dulu, tentunya kita tahu bahwa pada masa tersebut masih menggunakan cara-cara tradisional dalam hal apapun, termasuk kampanye calon presiden. Walaupun tak menutup kemungkinan untuk menggunakan internet, namun pastinya saat itu masih kurang efektif digunakan karena masyarakat belum sepenuhnya beradaptasi dengan teknologi.

Sebelum kampanye presiden ramai seperti saat ini, ternyata pada masa jabatan Presiden Soeharto sempat menentang adanya kampanye calon ketua dan wakil presiden. Menurut Soeharto, presiden adalah mandataris Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang seharusnya melaksanakan program-program yang diputuskan oleh Majelis. Jika para kandidat berkampanye terlebih dulu memaparkan program-programnya, menurut dia hal itu berarti mendahului MPR karena dia melaksanakan programnya sendiri, tidak melaksanakan keputusan MPR. (Kompas.com, 2023)

Pada masa reformasi, kampanye capres pertama kali dilakukan dalam Pemilu 1999. Pemilu ini merupakan pemilu pertama setelah jatuhnya rezim otoriter Orde Baru yang dipimpin Soeharto. Pemilu 1999 menjadi tonggak sejarah dalam proses demokratisasi Indonesia setelah lebih dari tiga dekade di bawah pemerintahan otoriter.

Pada pemilu saat itu, terdapat beberapa pasangan calon presiden dan wakil presiden yang melakukan kampanye untuk memperoleh dukungan dari pemilih. Salah satu pasangan calon yang ikut dalam pemilu ini adalah Abdurrahman Wahid dan Megawati Soekarnoputri. Pasangan ini kemudian memenangkan pemilu dan Abdurrahman Wahid terpilih sebagai presiden. Sejak saat itu, kampanye capres menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari proses demokrasi di Indonesia.

Teknik-teknik kampanye yang dilakukan zaman dulu ternyata masih ada yang digunakan hingga saat ini. Tak jauh berbeda dengan 2024, kampanye capres zaman dulu meliputi beberapa cara seperti, pertemuan-pertemuan, pawai, karnaval, pemasangan alat peraga (baliho, spanduk, umbul-umbul), pertunjukkan hiburan, iklan di media, kegiatan sosial, dan buzzer.

 Walaupun metode kampanyenya terlihat sama, namun pastinya saat itu cara yang digunakan lebih tradisional dibandingkan dengan zaman sekarang, seperti pemanfaatan media cetak dan pertemuan secara tatap muka.

Penggunaan Media Sosial Telah Memperluas Jangkauan Kampanye

Pada kampanye 2024 ini, kehadiran media sosial membuka peluang kampanye menjadi lebih transparan dan mudah diketahui serta diakses oleh masyarakat secara luas. Para capres dan cawapres di Indonesia menargetkan sejumlah platform media sosial untuk kampanye mereka. Beberapa platform yang menjadi fokus utama kampanye melalui media sosial antara lain:

 Facebook: Platform ini digunakan untuk memperkenalkan sosok capres dan cawapres, serta untuk mengangkat popularitas mereka melalui iklan-iklan politik.

 Twitter: Meskipun bukan media sosial terfavorit di Indonesia, platform ini tetap digunakan untuk membangun isu dan narasi, serta untuk berkomunikasi langsung dengan pemilih.

 Instagram: Platform ini lebih menonjolkan sisi visual dan audio, sehingga digunakan untuk memperkenalkan sosok capres dan cawapres melalui konten-konten visual yang menarik.

 TikTok: Platform ini digunakan sebagai alat yang efektif dalam menyampaikan pesan kampanye politik, karena merupakan media sosial berbasis komponen audio-visual dan merepresentasikan estetika yang menarik.

 YouTube: Digunakan untuk mempublikasikan konten-konten video kampanye capres dan cawapres.

Terlepas dari target audiens yang sangat luas, keterlibatan media sosial dalam kampanye capres menimbulkan banyak sekali kontroversi dari para pendukung dan buzzer capres. Banyak oknum yang menyebarluaskan aib dari masing-masing capres dengan tujuan mempengaruhi pola pikir masyarakat. Selain itu, tak sedikit netizen yang berdebat untuk saling menjatuhkan argumen menyangkut pilihan capres dan cawapres.

Terjadinya hal seperti ini, memang sudah menjadi resiko dari penggunaan media sosial. Setiap langkah yang dipijakkan oleh masing-masing paslon akan diperhatikan lebih detail lagi oleh masyarakat khususnya di media sosial. Hoax mengenai para paslon masih terpantau ramai hingga saat ini, namun sebagai masyarakat yang demokratis, sebaiknya kita tidak terburu-buru dalam menyimpulkan sesuatu di media sosial.

Terdapat perbedaan yang signifikan dalam pemilihan capres saat ini jika dibandingkan dengan tahun-tahun sebelum ramai penggunaan media sosial, yaitu mengukur banyaknya pengikut capres dan wapres di media sosial. Mencermati pengikut setiap calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) yang akan dipilih dalam Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024 menjadi salah satu cara memetakan kekuatan media sosial yang dimiliki pada awal masa kampanye. (Kompas.id, 2023)

Media sosial Instagram dan X menjadi tolak ukur kekuatan capres dan cawapres di media sosial. Capres yang menempati urutan pertama dengan pengikut terbanyak di Instagram yaitu Prabowo Subianto dengan jumlah pengikut 9,6jt, diikuti oleh Anies Baswedan dengan jumlah pengikut sebanyak 7jt, dan Ganjar Pranowo memiliki jumlah pengikut sebanyak 6,6jt.

Berbeda dengan media sosial Instagram, di platform X Anies Baswedan menempati urutan pertama dengan jumlah pengikut 5,1jt, kemudian Prabowo Subianto jumlah pengikutnya sebanyak 4,7jt dan Ganjar Pranowo sebanyak 3,5jt. Banyaknya pengikut di media sosial, bisa menjadi peluang untuk capres dan cawapres menawarkan gagasan mereka secara luas. Walaupun begitu, banyaknya pengikut ini tidak serta merta menjadikan faktor kekuatan yang determinan secara keseluruhan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun