Mohon tunggu...
Kamaruddin
Kamaruddin Mohon Tunggu... Jurnalis - Mengingat bersama dengan cara menulis
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

.

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Rentan Bencana Alam, UNICEF Tingkatkan Kapasitas Pemerintah dan Mitra Sub Kluster Gizi Aceh

25 Oktober 2022   10:27 Diperbarui: 25 Oktober 2022   12:29 347
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Workshop orientasi respon gizi pada masa tanggap darurat dan simulasi rencana kontijensi gizi pada masa tanggap darurat | Dok. Pri

Banda Aceh - United Nations Children's Fund (UNICEF) bekerjasama dengan Flower Aceh, Dinas Kesehatan (Dinkes) Aceh dan Politeknik Kesehatan Kemenkes (Poltekkes) menggelar workshop orientasi respon gizi pada masa tanggap darurat dan simulasi rencana kontijensi gizi pada masa tanggap darurat bencana Aceh.

Kegiatan yang bertujuan untuk meningkatkan kapasitas penanggung jawab Gizi di Aceh itu dilaksanakan selama dua hari mulai dari tanggal 20-21 Oktober 2022 yang bertempat di Hotel Permata Hati Banda Aceh. Selain itu, kegiatan workshop ini juga untuk meningkatkan kapasitas NGO dan media sebagai mitra sub kluster gizi Aceh.

Kegiatan ini dihadiri oleh Kepala Bidang Fasilitasi Penanggulangan Krisis Kesehatan Kemenkes RI, Dr. Rita Djupuri, DCN, M.Epid via zoom, Kepala Seksi Kesiapsiagaan BPBA Fazli, SKM, M.Kes, Kadinkes Aceh, Hanif, Kepala UNICEF Perwakilan Aceh, Andi Yoga Tama via zoom, Direktur Eksekutif Flower Aceh, penjab gizi 23 kabupaten/kota di Aceh, dan organisasi profesi dan LSM terkait isi gizi dan kebencanaan di Aceh.

Kepala UNICEF Perwakilan Aceh, Andi Yoga Tama, mengatakan kegiatan orientasi respon gizi pada masa tanggap darurat dan simulasi rencana kontijensi gizi pada masa tanggap darurat bencana Aceh ini menghadirkan 23 penjab gizi dari 23 kabupaten/kota di Aceh yang bertujuan untuk bersama-sama belajar.

"Belajar mengenai orientasi pedoman nasional respon gizi dan workshop simulasi rencana kontijensi gizi di Aceh," kata Andi dalam sambutannya melalui zoom.

Andi berharap kegiatan tersebut dapat memberikan manfaat dan meningkatkan kapasitas penanggung jawab gizi dalam kesiapsiagaan merespon gizi pada masa tanggap darurat bencana.

"Saya sangat mengapresiasi kepada panitia, Dinas Kesehatan (Dinkes) Aceh, Politeknik Kesehatan Kemenkes (Poltekkes) dan partisipasi semua atas terselenggaranya kegiatan workshop ini," tutur Andi.

Kepala Dinas Kesehatan Aceh, Hanif, menyampaikan apresiasi kepada Unicef perwakilan Aceh yang bekerjasama dengan Flower Aceh, Dinkes dan Poltekkes Aceh terkait kegiatan ini.

"Kegiatan ini memerlukan dukungan yang besar dari Pemerintah Aceh sebagai salah satu strategi dalam mengurangi angka stunting," ucap Hanif.

Hanif juga berharap workshop ini dapat meningkatkan pemahaman penjab gizi dan semua pihak mengenai respon gizi dan memudahkan dalam menyusun rencana kontijensi pada masa tanggap darurat bencana di Aceh.

"Mudah mudahan workshop akan meningkatkan pemahaman bersama mengenai respon gizi dan memudahkan kita dalam menyusun rencana kontijensi gizi pada masa tanggap darurat bencana Aceh," tegas Hanif.

Menurutnya, kegiatan ini sangat penting mengingat sebagian wilayah Aceh rentan akan bencana alam. Dampak dari bencana alam sendiri adalah kesehatan masyarakat terutama gizi buruk terhadap anak.

Hanif menegaskan Pemerintah Aceh terus meningkatkan upaya penurunan gizi buruk dan stunting, berbagai strategi telah dilakukan dalam upaya penanganan cepat dan tepat penurunan stunting. Salah satu strategi, membentuk satgas melakukan sosialisasi dan pendataan di desa.

"Strategi ini tidak mudah dilakukan karena jangkauan wilayah yang luas. Di sisi lain pemerintah menghadapi berbagai tekanan dalam penyadaran tentang betapa pentingnya asupan gizi bagi keluarga. Salah satunya minimnya kepedulian masyarakat terhadap gizi yang merupakan salah satu penyebab tingginya angka stunting," tegasnya.

Untuk itu, lanjutnya, Hanif berharap workshop ini dapat mengetahui kelompok terdampak bencana yang menjadi prioritas. Jangan sampai saat bencana justru mereka tidak mendapatkan gizi yang baik. Kemudian, kelompok lain yg menjadi perhatian kita yaitu ibu hamil.

Simulasi rencana kontijensi gizi pada masa tanggap darurat | Dok. Pri
Simulasi rencana kontijensi gizi pada masa tanggap darurat | Dok. Pri

Kepala Seksi Kesiapsiagaan BPBA Fazli, SKM, M.Kes, mengatakan disamping pemerintah, masyarakat, akademisi, CSR juga harus memiliki peran dan komitmen dalam mendorong rencana kontijensi gizi masa tanggap darurat bencana di Aceh.

"Tahun ini ada Rp79 miliar dana CSR diberi ke Pemerintah Aceh, itu dari 23 CSR. Sementara ada 70 CSR di Aceh. Semoga sisanya segera bekerjasama dengan pemerintah," ujar Fazli.

Fazli menyampaikan Aceh hari ini berdasarkan kajian, risiko bencana meningkat, dari 11 ancaman bencana meningkat menjadi 14, itu termasuk dalam kategori tinggi.

"Saya selalu mengawali sebab dan akibat, Aceh hari ini berdasarkan kajian risiko bencana dari 11 ancaman bencana meningkat 14, itu masuk kategori tinggi. Makanya kegiatan ini sangat relevan, karena Aceh sangat rawan bencana," kata Fazli.

Officer Nutrisi Unicef Aceh, dr. Natasya Phebe, menjelaskan pedoman gizi pada masa tanggap darurat ada empat, paling penting Pemberian Makan Bayi dan Anak (PMBA), pencegahan dan penanganan gizi kurang dan gizi buruk, suplementasi gizi, dan dukungan kelompok rentan lainnya.

"Intervensi pertama dalam PMBA, sasarannya bayi di bawah usia 6 bulan, balita, ibu hamil dan ibu menyusui. Angka kesakitan dan kematian balita dapat meningkat 20 kali lipat hanya dalam waktu 2 minggu pasca bencana. Resiko tinggi terjadi pada bayi menyusui dan bagi bayi yang tidak menyusui, resiko menjadi lebih tinggi," tutur Natasya.

Intervensi PMBA secara garis besar, lanjutnya, ada beberapa hal yang perlu dilakukan, pertama makanan atau dapurnya, jadi harusnya PMBA ini seyogyanya ada pada dapur umum kita. Sehingga kelompok balita bayi di bawah 6 bulan, balita, ibu hamil dan menyusui mendapatkan makanan yg sesuai.

Kemudian, tak kalah penting konseling menyusui untuk data konselor, ruang ramah ibu dan anak yang diharapkan semua aktivitasnya bisa bersinergi dan menjadi tempat aman dapat melahirkan energi positif satu sama lain, bisa sharing dan saling menguatkan ini yang kita harapkan terjadi.

"Ada standar, cukup private, cukup aman dan dilengkapi beberapa ruang bermain. Intinya bencana tidak boleh menghentikan bayi dan anak mendapatkan ASI dan MPasi yang tepat," tegas Natasya.

Natasya juga menjelaskan adapun standar emas PMBA, melakukan inisiasi menyusu dini, memberikan asi eksklusif untuk bayi 0-6 bulan, memberikan makanan pendamping asi setelah anak usia 6 bulan dengan memperhatikan keanekaragaman jenis makanan, frekuensi yang tepat, dan jumlah yang cukup, melanjutkan pemberian asi sampai anak berusia 2 tahun atau lebih.

Simulasi rencana kontijensi gizi pada masa tanggap darurat | Dok. Pri
Simulasi rencana kontijensi gizi pada masa tanggap darurat | Dok. Pri

Kepala Bidang Fasilitasi Penanggulangan Krisis Kesehatan Kemenkes RI, Dr. Rita Djupuri, DCN, M.Epid, menjelaskan pemutakhiran dalam alur strategi penyusunan rencana kontijensi sangat penting.

Menurutnya rencana kontijensi tidak bisa seterusnya seperti yang saat ini dilaksanakan, rencana kontijensi itu akan berubah-ubah, bersifat dokumen yang dinamis.

"Tidak bisa rencana kontinjensi kita susun 2022, kemudian tahun 2025-2027 masih sama tidak mungkin. Karena kelompok orang-orang yang mendiami daerah suatu wilayah berbeda beda, kemudian kapasitas dari apa yang ada di daerah itu juga berbeda," ucap Rita.

"Jadi rencana kontijensi itu adalah dokumen dinamis, makanya rencana kontijensi perlu update, ada yang menginstruksikan tiga tahun sekali ada juga lima tahun sekali tergantung dari kondisi," tambahnya.

Sementara itu, Rita menyampaikan gizi itu merupakan bagian dari kluster kesehatan. Menurut keputusan BNPB No. 173 tahun 2014, ada yang namanya kluster nasional bencana, ada kluster kesehatan, pencarian dan penyelamatan, logistik, pengungsi dan perlindungan, pendidikan, sarana dan prasarana, pemulihan dini, dan pemulihan ekonomi.

"Kalau di kluster internasional, gizi itu sendiri, yang mengurusi gizi itu adalah Unicef. Sehingga kegiatan kluster gizi di pegang oleh Unicef karena memang gizi di bawah Unicef. Tapi kalau makanan itu di bawah organisasi pangan. Kalau kesehatan dipegang oleh WHO," tutur Rita.

"Tapi kalau di Indonesia, semua tentang makanan, gizi dan kesehatan berada di kluster kesehatan. Jadi itu bedanya, jadi jangan heran kalau yang ngurusin gizi itu Unicef," jelasnya.

Selain itu, Rita juga menjelaskan adapun peran bidang kesehatan dalam rencana kontijensi kabupaten, sebagai salah satu bidang yang mendukung komando penanganan darurat bencana dalam satuan tugas bidang kesehatan, menetapkan tujuan, kegiatan, target dan indikator penanganan darurat bidang kesehatan, merencanakan kebutuhan sumberdaya kesehatan (SDM, peralatan dan obat-obatan) bidang kesehatan maupun logistik kesehatan yang digunakan saat darurat bencana.

Selanjutnya, memberi rekomendasi dalam penanganan korban bencana sesuai dengan mekanisme/prosedur kesehatan dan merencanakan strategi penanganan korban saat bencana terjadi. Merencanakan tempat rujukan atau tempat penanganan korban saat darurat bencana terjadi.

Simulasi rencana kontijensi gizi pada masa tanggap darurat | Dok. Pri
Simulasi rencana kontijensi gizi pada masa tanggap darurat | Dok. Pri

Direktur Eksekutif Flower Aceh, Riswati, menyebutkan kegiatan workshop orientasi respon gizi pada masa tanggap darurat dan simulasi rencana kontijensi gizi pada masa tanggap darurat bencana Aceh bertujuan untuk meningkatkan kapasitas penanggung jawab gizi di berbagai tingkatan dalam kesiapsiagaan merespon gizi pada masa tanggap darurat bencana

Kemudian, kegiatan tersebut juga bertujuan agar dapat melahirkan satu komitmen bersama dan memperkuat koordinasi kebencanaan dalam menerapkan standar operasional respon gizi bencana dan menguji pemanfaatan rencana kontijensi gizi level provinsi.

"Angka kekurangan gizi stunting dan wasting pada balita di provinsi Aceh ini berada di atas rata-rata nasional. Untuk itu, kesiapsiagaan gizi diperlukan, termasuk adanya rencana kontijensi gizi yang teruji dan juga kapasitas tim gerak cepat gizi yang mempunyai kapasitas respon gizi yang baik," jelas Riswati.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun