"Intervensi pertama dalam PMBA, sasarannya bayi di bawah usia 6 bulan, balita, ibu hamil dan ibu menyusui. Angka kesakitan dan kematian balita dapat meningkat 20 kali lipat hanya dalam waktu 2 minggu pasca bencana. Resiko tinggi terjadi pada bayi menyusui dan bagi bayi yang tidak menyusui, resiko menjadi lebih tinggi," tutur Natasya.
Intervensi PMBA secara garis besar, lanjutnya, ada beberapa hal yang perlu dilakukan, pertama makanan atau dapurnya, jadi harusnya PMBA ini seyogyanya ada pada dapur umum kita. Sehingga kelompok balita bayi di bawah 6 bulan, balita, ibu hamil dan menyusui mendapatkan makanan yg sesuai.
Kemudian, tak kalah penting konseling menyusui untuk data konselor, ruang ramah ibu dan anak yang diharapkan semua aktivitasnya bisa bersinergi dan menjadi tempat aman dapat melahirkan energi positif satu sama lain, bisa sharing dan saling menguatkan ini yang kita harapkan terjadi.
"Ada standar, cukup private, cukup aman dan dilengkapi beberapa ruang bermain. Intinya bencana tidak boleh menghentikan bayi dan anak mendapatkan ASI dan MPasi yang tepat," tegas Natasya.
Natasya juga menjelaskan adapun standar emas PMBA, melakukan inisiasi menyusu dini, memberikan asi eksklusif untuk bayi 0-6 bulan, memberikan makanan pendamping asi setelah anak usia 6 bulan dengan memperhatikan keanekaragaman jenis makanan, frekuensi yang tepat, dan jumlah yang cukup, melanjutkan pemberian asi sampai anak berusia 2 tahun atau lebih.
Kepala Bidang Fasilitasi Penanggulangan Krisis Kesehatan Kemenkes RI, Dr. Rita Djupuri, DCN, M.Epid, menjelaskan pemutakhiran dalam alur strategi penyusunan rencana kontijensi sangat penting.
Menurutnya rencana kontijensi tidak bisa seterusnya seperti yang saat ini dilaksanakan, rencana kontijensi itu akan berubah-ubah, bersifat dokumen yang dinamis.
"Tidak bisa rencana kontinjensi kita susun 2022, kemudian tahun 2025-2027 masih sama tidak mungkin. Karena kelompok orang-orang yang mendiami daerah suatu wilayah berbeda beda, kemudian kapasitas dari apa yang ada di daerah itu juga berbeda," ucap Rita.
"Jadi rencana kontijensi itu adalah dokumen dinamis, makanya rencana kontijensi perlu update, ada yang menginstruksikan tiga tahun sekali ada juga lima tahun sekali tergantung dari kondisi," tambahnya.
Sementara itu, Rita menyampaikan gizi itu merupakan bagian dari kluster kesehatan. Menurut keputusan BNPB No. 173 tahun 2014, ada yang namanya kluster nasional bencana, ada kluster kesehatan, pencarian dan penyelamatan, logistik, pengungsi dan perlindungan, pendidikan, sarana dan prasarana, pemulihan dini, dan pemulihan ekonomi.